GUNUNGKIDUL – ”Astagfirullah. Inna lillahi wa inna ilahi roji’un.” Begitu kalimat yang terucap oleh sebagian guru dan pegawai madrasah begitu membuka surat mutasi dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) DIJ.

”Masa mengucapkan ’alhamdulillah’?” ketus seorang guru madrasah yang enggan dikorankan identitasnya ini Selasa (9/7).

GRAFIS: (HERPRI KARTUN/RADAR JOGJA)

Ya, Kanwil Kemenag DIJ melakukan mutasi masal guru dan pegawai madrasah. Sebanyak 475 guru dan pegawai madrasah di DIJ dikopyok ulang. Mulai madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), hingga madrasah aliyah (MA). Itu demi terwujudnya Madrasah Hebat Untuk Semua. Tagline yang didengungkan Kemenag ini seolah merespons kebijakan zonasi yang lebih dulu diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sumber yang sehari-hari berprofesi sebagai guru madrasah di Gunungkidul ini menyebut guru dan pegawai di lingkungan Kantor Kemenag Gunungkidul memang belum menerima surat keputusan (SK) mutasi. Hanya, dia memperkirakan SK itu bakal diterima Kamis (11/7).

”Guru dan pegawai di kabupaten lain sudah menerima SK-nya,” ucapnya.

Mutasi bagi pegawai berstatus aparatur sipil negara (ASN) merupakan hal biasa. Kendati begitu, dia menilai, kebijakan mutasi masal sangat mengagetkan. Meski, kabar itu pernah bergulir dan didengar internal ASN Kemenag. Sebab, kebijakan itu terkesan gebyah uyah. Tanpa mempertimbangkan berbagai aspek. Jarak, contohnya.

Di lingkungan Kantor Kemenag Gunungkidul ada 112 guru yang dimutasi. Dari penelusuran Radar Jogja, ada guru yang semula berdinas di MAN 1 Gunungkidul dimutasi ke MAN 1 Jogja. Ada pula yang dipindah ke MAN 2 Sleman.

Yang lebih tragis lagi, ada guru yang semula berdinas di MAN 1 Gunungkidul dimutasi ke MAN 3 Kulonprogo. Guru yang sehari-hari berdinas di MAN yang terletak di Wonosari itu harus bertugas di sekolah yang berada di Kalibawang, Kulonprogo. Akibatnya, guru ini harus menempuh Jarak sekitar 72 kilometer untuk mengajar. Atau 144 kilometer perjalanan pergi pulang (PP).

Jam mengajar juga menjadi persoalan. Menurutnya, ada guru yang kebingungan ketika dimutasi. Guru mata pelajaran quran dan hadis itu khawatir kehilangan jam mengajar. Lantaran di sekolah baru masih ada guru mata pelajaran serupa.

”Jadi ada dua guru. Otomatis jam mengajarnya tidak terpenuhi 24 jam per minggu. Kan, ending-nya memengaruhi sertifikasi,” kritiknya.

Itu belum seberapa. Guru yang mendekati masa pensiun harus dimutasi ke lokasi yang lebih jauh. Otomatis kebijakan itu tidak efisien.

”Guru tidak akan maksimal dalam bekerja, karena perjalanan jauh memengaruhi kesehatahannya,” bebernya.

Karena itu, dia berani mengkritik kebijakan pimpinan lembaganya itu. Dia menilai, kebijakan mutasi kali ini tidak biasa. Sebab, kebijakan mutasi, antara lain, atas permintaan guru atau pegawai. Kemenag juga mempertimbangkan aspek jam mengajar dan jarak tempuh.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Kantor Kemenag Gunungkidul Aidi Johansyah membenarkan ada mutasi masal. Dasarnya hasil rapat kerja di Kanwil Kemenag DIJ dan hasil audit Inspektorat Jenderal Kemenag. Itu bertujuan untuk mengejar Madrasah Hebat untuk Semua.

”Perlu penyegaran dan pemerataan guru madrasah di semua jenjang,” ujarnya.

Yang dimaksud dengan pemerataan adalah sebaran guru berkualitas. Johan berharap guru berkualitas tidak terpusat di salah satu madrasah. Sebaliknya, merata ke seluruh madrasah. Termasuk di wilayah pinggiran. Harapannya, guru berkualitas mampu mewarnai.

Ketika disinggung guru dimutasi ke luar daerah, Johan tak menampiknya. Menurut Johan, itu akibat data yang digunakan tidak update. Tidak sedikit guru yang berpindah domisili setelah menikah. Namun, data itu tidak diperbarui.

”Sudah diajukan keberatan ke kanwil melihat faktor kemanusiaan. Ada yang menempuh jarak 100 kilometer. Ini akan ditinjau ulang pada rotasi kedua,” janjinya.

Guru di lingkungan Kantor Kemenag Sleman juga mengalami nasib serupa. Kasubbag Tata Usaha Kemenag Sleman Sidik Pramono menyebut ada 138 guru yang dimutasi. Guru yang bertugas di 17 madrasah se-Sleman ini menerima SK sejak 1 Juli.

”Ini (mutasi) bertujuan untuk peningkatan mutu madrasah. Bukan mendekatkan rumah guru dengan tempatnya mengajar,” kata Sidiq di kantornya.

Dengan detail, Sidiq memerinci, ada 10 guru MI yang dimutasi. Sebanyak empat di antaranya dimutasi ke luar Sleman. Lalu, di tingkat MTs ada 71 guru. Lima di antaranya pindah ke luar Sleman. Terakhir, tingkat MA 57 guru. Sebanyak 13 di antaranya dimutasi ke luar. Sebagai gantinya, ada 16 guru luar yang dimutasi ke Sleman.

Dengan kebijakan mutasi masal, kepala sekolah menaruh harapan besar. Kepala Sekolah MTs N 1 Sleman Harsoyo berharap guru hasil mutasi membawa perubahan baik di sekolah yang dipimpinnya.

”Ada 11 guru (MTs N 1 Sleman) yang dimutasi. Terus, yang baru (hasil mutasi, Red) ada enam guru,” katanya. (gun/cr7/zam/rg)