SEMARANG – Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas kembali menegaskan kelembagaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI harus diperkuat. Karena itu, dia mengapresiasi keberhasilan calon anggota DPD terpilih asal Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah Abdul Kholik.
Dia baru saja meraih gelar doktor ilmu hukum dari Universitas Islam Sultan Agung (Unisula) Semarang. Dalam disertasinya, Kholik meneliti masalah sengketa kewenangan antara DPD RI dengan DPR RI. “Saya sampaikan selamat. Penelitian dan disertasi itu merupakan sumbangan besar bagi DPD RI dan ketatanegaraan Indonesia,” ujar Hemas, Minggu (14/7).
Anggota DPD asal DIJ ini sepakat dengan gagasan yang diusung Kholik. Baginya DPD memiliki peran yang sama dengan DPR. Keduanya merupakan lembaga yang sama-sama representasi dan mewakili rakyat. Fungsi kelembagaan DPD RI harus terus diperkuat.
”Saya setuju sepenuhnya dan menyampaikan penghargaan yang tinggi terhadap disertasi dan pemikiran Pak Abdul Kholik,” kata permaisuri Sultan Hamengku Buwono X yang terpilih kembali menjadi anggota DPD RI untuk keempat kalinya.
GKR Hemas menjadi senator sejak lembaga DPD dibentuk pada periode pertama 2004-2009. Ketika itu, dia terpilih dengan persentase suara pemilih tertinggi se-Indonesia. Prestasi itu terus dia pegang hingga sekarang. Empat kali terpilih dengan persentase suara selalu tertinggi dibandingkan semua anggota DPD RI.
Pada periode pertama, namanya meroket karena mengusulkan perubahan kelima UUD 1945. ”Amendeman UUD 1945 diperlukan untuk memperkuat kewenangan DPD agar lebih bermanfaat bagi daerah,” tegasnya.
Abdul Kholik meraih doktor ilmu hukum dengan predikat memuaskan (cum laude). Dia berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan para penguji yang dipimpin Prof. Dr. H. Gunarto dengan promotor Prof. Dr. Arifinn Hoesein dan ko-promotor Dr. Hj. Widayati dalam sidang terbuka di Fakultas Hukum Unisula Semarang, Sabtu (13/07).
”Penelitiannya menghasilkan penemuan teori tentang bikameral fungsiona,” kata Prof. Dr. Gunarto yang juga Dekan FH Unisula itu. Disertasi Kholik berjudul “Sengketa Kewenangan Lembaga Negara dalam Penerapan Sistem Bikameral di Indonesia”. Penelitiannya menyimpulkan telah terjadi sengketa kewenangan negara antara DPD RI dengan DPR RI. DPD menganggap DPR telah mereduksi, mendegradasi, mendelegitimasi dan menghambat kewenangan legislasinya. Dengan demikian, tidak dapat melaksanakan fungsinya secara optimal.
”Sedangkan DPR berpandangan kewenangan legislasi DPD terbatas sesuai dengan ketentuan dalam UUD-NRI Tahun 1945,” tutur Kholik.
Akibat sengketa kewenangan itu, pelaksanaan sistem ketatanegaraan pascaamandemen UUD 1945 menimbulkan hubungan antarlembaga negara yang tidak sinergis dalam menerapkan sistem bikameral antara DPD dengan DPR. “Pilihan sistem bikameral yang lemah menempatkan kewenangan DPR lebih kuat dibandingkan DPD sebagai hasil kompromi,” katanya.
Bila dibiarkan, sengketa kewenangan ini berpotensi melahirkan kegagalan sistemik. Karena itu, perlu dilakukan upaya penyempunaan dan perbaikan secara menyeluruh di tataran fundamental norma maupun instrumental norma.
Kholik menegaskan, perlu penguatan sistem bikameral. Khususnya dalam pelaksanaan fungsi legislasi agar terlaksana check and balance dalam pembentukan undang-undang. ”Pilihanya adalah model strong bicameral. Kewenangan DPD dengan DPR hampir setara, meski terbatas di ruang lingkup terkait kepentingan daerah atau otonomi daeah,” tegasnya.
Dalam Pemilu 2019 yang baru lalu, Kholik terpilih menjadi anggota DPD RI periode 2019-2024 mewakili Dapil Jawa Tengah. Dalam sidang promosinya tampak hadir Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (kus/ila)