KULONPROGO – Kebutuhan tenaga kerja terampil terus meningkat. Namun Indonesia masih kekurangan tenaga kerja terampil. Termasuk di Kabupaten Kulonprogo. Pemicunya, mismatch lembaga pendidikan terhadap kebutuhan dunia usaha.
Direktur Eksekutif Swara Nusa Institut, Iranda Yudhatama mengatakan, kebutuhan tenaga kerja terampil semakin meningkat. Indonesia masih kekurangan tenaga kerja terampil sebanyak 3,8 juta orang.
Padahal, pada 2030, Indonesia mendapatkan bonus demografi. Dimana tenaga produktif akan lebih dominan.
“Situasi mismatch ini terjadi karena perbedaan cara pandang pembangunan. Persoalan ketenagakerjaan dipandang sebatas sebagai residu dari kebijakan-kebijakan pembangunan nasional. Tidak menjadi prioritas pembangunan,” kata Iranda, Senin (15/7).
Dikatakan, tenaga kerja terampil lokal yang layak terserap di pasar kerja sangat minim. Masalah produktivitas tenaga kerja juga rendah.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kulonprogo, Eko Wisnu Wardana mengatakan, dilihat dari tingkat kemiskinan, Kulonprogo mengalami kondisi anomali. Jumlah pengangguran turun, tingkat kebahagiaannya tinggi
‘’Namun tingkat kemiskinan juga tinggi. Di situlah kondisi anomalinya. Bisa jadi, ini masalah kultur masyarakat. Bahkan ada yang berseloroh, kalau mau merasakan hidup miskin tapi bahagia, datanglah ke Kulonprogo,” kata Eko.
Kepala Sekretariat BNSP Kementerian Tenaga Kerja, Hery Budoyo mengatakan, hard skill relatif mudah ditangani. Namun soft skill jauh lebih sulit. Sementara soft skill sangat dibutuhkan untuk bersaing di dunia kerja. (tom/iwa/fj)