BANTUL – Menjelang Idul Adha Pemkab Bantul makin memperketat pengawasan peredaran sapi kurban. Sapi-sapi yang dipelihara di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan mendapat perhatian khusus. Agar sapi-sapi pemakan sampah itu tak diperjualbelikan.
Imbauan pemerintah ternyata tak menjadi jaminan bahwa sapi TPST Piyungan tak akan keluar kandang.
Ketua pemulung TPST Piyungan Maryono membenarkan adanya larangan penjualan sapi dari wilayahnya. Kendati demikian, beberapa peternak di sana tetap akan menjual sapi-sapinya untuk kebutuhan konsumsi. Termasuk sebagai hewan kurban. Maryono pun dulunya peternak sapi. Semua sapinya sudah ludes terjual.
Maryono berdalih, sapi dipelihara supaya gemuk memang untuk dijual. Bukan untuk membajak sawah atau keperluan lainnya. Namun, peternak sapi di TPST Piyungan tak asal jual. Maryono menjamin, sapi-sapi itu telah melewati proses karantina sebelum dipasarkan. Proses karantina dianggap sebagai upaya sterilisasi. Karena sapi-sapi Piyungan makan sampah hampir tiap hari.
Proses karantina dilakukan oleh para blantik (pedagang sapi). Sapi-sapi itu diberi makan rumput dan pakan sehat selama kurang lebih tiga bulan. Lalu dicek kesehatannya oleh dokter. “Saat sudah dipastikan aman baru dipasarkan,” jelasnya Senin (15/7).
Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Kelautan, dan Perikanan (Disperpautkan) Bantul Pulung Haryadi punya pendapat lain. Dia menilai sapi-sapi dari TPST Piyungan tidak sehat. Dagingnya diduga tak layak untuk dikonsumsi manusia. Karena bisa membahayakan kesehatan. Itu lantaran sumber pakan sapi tidak higienis. Sehingga rentan penyakit. Meskipun sejauh ini belum ada hasil uji laboratorium. Yang menunjukkan bahwa sapi pemakan sampah bisa membahayakan tubuh manusia jika dikonsumsi.
Pulung mengaku telah berkoordinasi dengan para pedagang ternak untuk tidak menjual sapi dari TPST Piyungan. “Saya pastikan pedagang tidak akan membeli sapi dari TPST Piyungan,” klaimnya.
Guna mencegah sapi tak sehat masuk pasaran, tiap ekornya wajib dilengkapi surat keterangan kesehatan hewan dari daerah asal. Ini terutama untuk sapi-sapi yang didatangkan dari luar Bantul. Kebijakan itu sebagai garansi bahwa sapi yang masuk wilayah Bantul adalah hewan sehat.
Dispertautkan menggandeng dokter hewan untuk mengawasi peredaran hewan kurban. Juga menambah personel pengawas dari kampus-kampus yang memiliki fakultas peternakan.
Sedikitnya 100 dokter hewan dilibatkan untuk kepentingan tersebut. Untuk mencegah sapi berpenyakit sebagai hewan kurban.
Para takmir masjid dan jagal sapi tak luput dari pantauan. Ada seleksi bagi mereka. Guna mengantisipasi kesalahan saat proses penyembelihan sapi. Agar saat menyembelih sapi sesuai dengan syariat Islam. Sehingga daging yang dikonsumsi halal.(cr5/yog/rg)