GUNUNGKIDUL – Bagi generasi sekarang, sejarah berdirinya pusat pemerintahan di Gunungkidul telah terungkap. Sudah final. Kalau pun ada versi lain, kebenarannya perlu dibuktikan dan ditelaah lebih lanjut.
Dewan Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul CB Supriyanto mengatan, Kabupaten Gunungkidul dengan Wonosari ditetapkan sebagai pusat pemerintahan lahir pada hari Jumat Legi tanggal 27 Mei 1831 atau 15 Besar Je 1758. Dikuatkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Gunungkidul No : 70/188.45/6/1985 tentang Penetapan hari, tanggal bulan dan tahun Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul yang ditandatangani oleh bupati saat itu Drs KRT Sosro Hadiningrat tanggal 14 Juni 1985.
Namun diakui, saat melacak hari jadi Gunungkidul, memang ada dua versi asal usul pusat pemerintahan di Gunungkidul. Pertama di Sumingkir, Bunder, Patuk dan kedua Pati Genjahan, Ponjong.“Namun waktu itu pihak keraton dengan tegas menyampaikan, tidak ada wilayah Sumingkir. Akhirnya yang dipakai seperti yang selama ini,” kata CB Supriyanto.
Berdasarkan buku ”Menguak Sejarah Hari Jadi Gunungkidul”, bupati pertama Gunungkidul adalah Mas Tumenggung Poncodirjo. Makamnya terletak di Padukuhan Pati Desa Genjahan Kecamatan Ponjong, sekitar 20 kilometer arah timur Wonosari.
Dalam buku ”Menguak Sejarah Hari Jadi Gunungkidul”, kala itu Gunungkidul masih hutan belantara dan belum banyak dihuni warga. Diantaranya sudah berpenghuni. Mulai dari wilayah Pongangan Nglipar, Karangmojo, Pati Genjahan dan Semanu. Tetapi hanya di Pati, Genjahan, Ponjong inilah yang sudah banyak penduduk bahkan memiliki sistem pemerintahan, meskipun belum tergambar jelas struktur organisasi pemerintahannya.
Dalam menjalankan tugasnya, Poncodirjo berulang kali melaksanakan pertemuan dengan demang, panji, ronggo maupun bekel untuk membahas kesejahteraan rakyatnya. Namun pada suatu saat Poncodirjo sakit mata yang cukup parah, tetapi tugasnya sebagai bupati tetap dijalankan dengan dibantu Panji Harjodipuro dari Kepanjen Semanu. Karena sakitnya makin parah, maka berbagai pertemuan dipindahkan di Semanu.
Meskipun kondisi kesehatan Poncodirjo makin lemah, tetapi upaya Panji Harjodipuro untuk memboyong ke Semanu, tetap gagal, bahkan hingga akhir hayatnya tetap di Pati, Genjahan, Ponjong. “Setelah Poncodirjo wafat, diangkat Bupati Gunungkidul II yaitu Raden Tumenggung Prawirosetiko dan memindahkan ibu kota kabupaten dari Ponjong ke Wonosari, hingga sekarang,” ungkapnya.
Untuk menandai sebagai bupati pertama Gunungkidul, maka pada makam Mas Tumenggung Poncodirjo tertulis suryo sengkolo yang berbunyi; ”Nyoto wignyo manggalaning noto” atau tahun 1831 dan condrosengkolo ”Hanyipto tumataning swaprojo” yang berarti tahun Jawa 1758.
Sejak tahun 1831 hingga sekarang, Gunungkidul mengalami pergantian pimpinan atau bupati hingga 26 kali. Meliputi Mas Tumenggung Poncodirjo, Raden Tumenggung Prawirosetiko, Raden Tumenggung Suryokusumo, Raden Tumenggung Cokrokusumo, Raden Tumenunggung Padmonegoro, Raden Tumenggung Danuhadiningrat yang diketahui sejarah memimpin hingga tahun 1901.
Raden Tumenggung Wiryodiningrat menjadi bupati tahun 1901 – 1914, KRT Judodiningrat (1914 – 1930), KRT Pringgodiningrat (1930 -1935), KRT Joyodiningrat (1935 -1944), KRT Mertodiningrat (1944 – 1945), KRT Dirjodiningrat (1945 -1946), KRT Tirtodiningrat (1946 – 1947), KRT Suryaningrat (1947 – 1949), KRT Labaningrat (1949 – 1952), KRT Brataningrat (1952 – 1955), KRT Wiraningrat (1955 – 1958), KRT Joyodiningrat (1959 -1974), Ir Darmakum Darmokusumo (1974 – 1984), Drs KRT Sosrohadiningrat (1984 – 1989), Ir Soebekti Soenarto (1989 – 1994), KRT Harsadiningrat (1994 – 1999), Drs Yoetikno dan wakilnya Drs Subechi MM (1999 – 2004) dan tahun 2005 hingga 2010 dipimpin Suharto SH dan wakilnya Hj Badingah Ssos. Tahun 2010 – 2015 bupatinya Sumpeno Putro dengan wakil Hj Badingah.
Baru memimpin 90 hari Sumpeno Putro wafat dan diganti Hj Badingah sebagai bupati dan Immawan Wahyudi sebagai wakil bupati, hingga sekarang. “Tapi kalau misalnya muncul fakta sejarah baru ya, bisa saja diungkap,” ucapnya. (gun/din/zl)