KULONPROGO – Audiensi para petambak udang dengan Pemkab Kulonprogo berlangsung di Bale Agung, Kompleks Setda Kulonprogo, Senin (29/7). Namun, petambak udang yang datang hanya seorang, yakni Marsudi.

Dalam kesempatan itu, Marsudi meminta kelonggaran Pemkab Kulonprogo untuk tetap bisa melanjutkan pembangunan tambak. Yakni di kawasan Pantai Glagah, Desa Glagah, Kecamatan Temon.

Namun hal itu tidak bisa dipenuhi. Pemkab meminta aktivitas pembangunan tambak dihentikan sebab melanggar regulasi tentang Kawasan Peruntukan Budidaya Air Payau hasil review Perda RTRW Kulonprogo.

Asisten II Bidang Perekonomian Pembangunan dan Sumber Daya Alam Setda Kulonprogo Bambang Tri Budi menegaskan kawasan peruntukan budidaya air payau ada di Desa Banaran, Kecamatan Galur. “Ini keputusan kebijakan Pemkab, jadi mohon maaf,” tegas Bambang.

Pemkab menyarankan petambak di Pantai Glagah khususnya yang ada di sekitar bandara bisa melanjutkan usaha di tempat yang sudah ditentukan (Banaran).

Pemkab berencana meluaskan lahan dari 25 hektare menjadi 116 hektare. Sehingga bisa menampung petambak dari Temon. “Silakan gunakan lahan sesuai zonasi. Kami komunikasikan dengan kepala dinas terkait dengan zonasi yang sudah ditetapkan ini,” ujar Bambang.

Selain melanggar regulasi, tambak yang diolah Marsudi merupakan area penataan Pantai Glagah-Congot. Dalam detail engineering design (DED) penataan itu menyertakan mitigasi bencana tsunami dengan penanaman cemara udang nuntuk green belt.

“Ini amanah Pusat kepada Pemkab Kulonprogo. Rujukan pembuatan green belt merujuk UU Lingkungan Hidup dan RTRW. Segala aktivitas tambak di sana hampir semuanya berada di kawasan lindung, jadi tidak diperbolehkan,” jelas Bambang.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kulonprogo Sudarna mengatakan luas zona budidaya air payau di Desa Banaran akan diperluas. Agar bisa menampung petambak dari Temon. Pihaknya juga akan memberi bantuan fasilitas.

‘’Tempatnya legal. Mengakses bantuan pemerintah juga lebih mudah. Kalau selama ini tidak bisa berbuat apa-apa,” ingat Sudarna.

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kulonprogo Sumiran mengatakan setelah keluar putusan tersebut pihaknya akan melakukan penegakan perda. Termasuk melakukan pengawasan lebih intensif di kawasan Pantai Glagah dan sekitarnya agar tak muncul tambak-tambak baru.

“Jika masih ada yang nekat, kami dan kepolisian akan melakukan tindakan tegas. Langsung menghentikan aktivitas tambak,” ujar Sumiran.

Perataan lahan akan dilakukan dalam waktu dekat. Tambak yang sudah kosong atau berhenti beroperasi akan menjadi fokus pertama eksekusi. Sementara untuk yang masih beroperasi menyesuaikan Surat Edaran Bupati Kulonprogo. Akan diproses maksimal Oktober 2019.

Mendengar hasil keputusan audiensi, Marsudi mengaku kecewa. Pertemuan dia nilai sangat singkat. Marsudi mengaku tidak memiliki banyak kesempatan berdialog. Sejumlah hal urung tersampaikan dalam audiensi yakni soal rencana penataan kawasan Pantai Glagah-Congot.

“Penataan wisata Glagah kan masuh jauh. Saya dapat informasi bahwa anggaran daerah untuk penataan Glagah juga belum ada. Dana Rp 68 miliar itu kan baru rencana anggaran dan DED saja,” kelit Marsudi.

Dia mempertanyakan sikap pemerintah terhadap tambak-tambak lain yang beroperasi di sekitar Pantai Glagah. Pemkab diharapkan tidak pilih kasih dan tebang pilih.

Soal tawaran pindah ke Banaran, Marsudi menilai itu hanya cara untuk menenangkan situasi. Bagaimana kalau warga Desa Banaran dan sekitarnya juga ingin menjadi petambak.

“Kalau petambak sekitar Glagah dan bandara ke sana, rawan memunculkan konflik horizontal. Tapi kalau benar dan tawarannya pas, seperti gak usah bayar sewa, atau lain-lain, mungkin kami mau,” katanya.

Marsudi akan mencari usaha lain jika tidak memungkinkan melanjutkan usahanya menjadi petambak udang. “Saya udah keluar Rp 15 juta untuk membuat kolam baru,” ujar Marsudi. (tom/iwa/by)