MUNGKID – Reruntuhan batu berelief yang ditemukan warga di Dusun/Desa Mantingan, Salam, Kabupaten Magelang, diduga merupakan candi peninggalan kerajaan Mataram Hindu. Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah pun mulai melakukan ekskaavasi Selasa (30/7).
“Untuk sementara ini mengungkap bagian kaki dari candi. Sedangkan komponen batu dari temuan sebelumnya kami identifikasi ada bagian tubuh maupun atap,” ungkap salah seorang pengkaji cagar budaya Muhammad Junawan di lokasi ekskavasi Selasa.
Ekskavasi atau penggalian terhadap temuan itu akan dilakukan hingga Sabtu (3/8). Sejak pagi petugas dari BPCB Jawa Tengah menggali dengan penuh kehati-hatian. Ini agar tidak merusak bagian-bagian candi yang terpisah karena tertimbun tanah.
Belum bisa memastikan apakah temuan ini merupakan candi tunggal atau tidak. “Belum bisa dikatakan seperti itu. Kecuali nanti ada temuan lagi di sekitar sini yang merupakan struktur, nanti bisa dikatakan bahwa ini candi tunggal atau candi perwara,” jelasnya.
Temuan ini bermula dari laporan masyarakat yang menemukan beberapa puing batu berukir saat menggali tanah untuk membuat kolam ikan. Kepala Dusun Mantingan Triyono menuturkan, awal mulanya tanah sawah itu milik Kiai Sigit Abdurahman.
Tanah itu disewakan kepada Khabib Akhmad, 40, warga setempat. Sawah akan dibikin kolam untuk memelihara ikan koi. “Batu-batu berbentuk persegi panjang mulai bermunculan saat penggalian dilakukan,” katanya.
Ketika mendapati batu berukirt, penggalian pun dihentikan, lalu melapor ke dinas. Batu-batu tersebut terdapat ukiran-ukiran yang cukup khas. Jika dilihat dari ukuran batu, candi ini memiliki ukuran relatif besar.
Saat ini pembangunan kolam masih terus berlangsung. “Belum ada pembicaraan mengenai bagaimana kesepakatan antara pemilik maupun penyewa lahan. Baru sebatas izin untuk melakukan ekskavasi,” tuturnya.
Triyono termasuk salah satu yang mendukung pelestarian cagar budaya ini. Dilihat dari data sementara, penemuan ini cukup penting sebagai warisan ilmu pengetahuan. “Jangan sampai ini jatuh ke tangan yang tidak bertanggungjawab,” tandas Triyono. (cr10/laz/by)