SLEMAN – Kopi Merapi diharapkan bisa memenuhi kebutuhan pasar mancanegara. Saat ini baru dijual di pasar lokal, Jawa dan Sumatera.
Ketua Koperasi Kebun Makmur Sumijo mengatakan untuk memenuhi pasar lokal pihaknya kewalahan. Setiap bulan rata-rata satu ton biji kopi didistribusikan.
“Masalahnya karena keterbatasan jumlah pohon kopi karena erupsi Merapi. Ini baru menanam lagi,” kata Sumijo (31/7).
Dikatakan, pada 250 hektare lahan kopi di Lereng Merapi ditanami kopi jenis robusta dan sedikit arabika. “Pasar luar negeri masih sedikit,” kata Sumijo.
Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun mengatakan pihaknya berupaya meningkatkan ekspor kopi tersebut. Karena banyak permintaan kopi dari berbagai negara.
“Sekarang ini, sudah ekspor ke Finlandia. Namun itu masih jauh dari permintaan. Masih sedikit sekali,’’ kata Muslimatun.
Dia berharap -sesuai imbauan Gubernur DIJ- Lereng Merapi seluruhnya ditanami kopi untuk memenuhi permintaan pasar. Menurutnya kopi yang ditanam di tanah vulkanik mempunyai cita rasa khas. “Ini kita cari bibitnya dulu. Yang sulit kan bibitnya,’’ kata Muslimatun.
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil mengatakan setidaknya ada empat strategi akselerasi eskpor komoditas pertanian. Yakni, peningkatan jumlah eksportir melalui generasi milenial bangsa.
Lalu diversikasi produk atau barang setengah jadi. Kemudian meningkatkan frekuensi pengiriman dan membuka pasar ekspor baru.
“Nilai ekspor komoditas pertanian naik 10 persen atau Rp 400 triliun dibanding sebelumnya,’’ kata Ali.
Tahun ini beberapa komoditas pertanian diekspor. Salak diekspor ke Kamboja, kayu albasia diekspor ke Tiongkok.
Ada juga biji pala dan pala bubuk, bunga cengkeh, vanila dan gula kelapa yang dikirim ke tujuh negara. Yakni Perancis, Amerika Serikat, Jerman, dan Belanda dengan nilai Rp 15,6 miliar. (har/iwa/by)