Lendah Kulonprogo masih buruk. Menyebabkan lingkungan sekitarnya menjadi rusak.
Dampak buruk limbah batik tersebut menyebabkan beberapa pihak prihatin. Bahkan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM memberi bantuan dana Rp 35,8 juta untuk pembuatan alat pengolahan limbah batik portabel.
“Alat buatan Tim Desa Batik Sehat FKKMK UGM tersebut mampu menyulap limbah batik menjadi ramah lingkungan. Sehingga layak untuk dimanfaatkan kembali,” kata anggota Tim Desa Batik Sehat FKKMK UGM Fean Sarian (5/8).
Pengoperasian alat tersebut merupakan gabungan energi listrik dan bahan kimiawi. Setelah limbah batik masuk ke alat tersebut, bisa langsung dibuang ke sungai. Atau dimanfaatkan kembali oleh pengrajin. Alat ini bisa dipasang ke sepeda motor roda tiga sehingga bisa dipindah.
“Itulah kenapa terdapat embel-embel portabel. Nanti pembatik mana yang akan menggunakan diantarkan ke sana oleh paguyuban. Kami membantu mengajari bagaimana mengoperasikan alat tersebut,” kata Fean.
Limbah batik di Lendah sebenarnya sudah diolah namun dengan cara tradisional. Air limbah dibuang ke saluran dan mengalir ke Sungai Progo. Sebagian ditampung dalam bak penampungan tanpa alas, sehingga kandungan limbah masih meresap ke tanah.
“Jika kondisi tersebut dibiarkan menimbulkan pencemaran. Berdampak pada terganggunya kesehatan masyarakat. Terutama penyakit yang menyerang kulit, mata, dan hidung,” ujar Fean.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kulonprogo Arif Prastawa mengatakan Lendah merupakan sentra perajin batik di Kulonprogo. Sehingga persoalan limbahnya lebih tinggi dibanding kecamatan lain.
Sesuai Peraturan Daerah DIJ 7/2016 tentang Baku Mutu Air Limbah, dijelaskan bahwa baku mutu air limbah untuk kegiatan industri batik maksimal 60 meter kubik per ton untuk proses basah. “Lendah melebihi ambang batas tersebut,” jelas Arif. (tom/iwa/fj)