Ajakan agar masyarakat lebih selektif  memanfaatkan media sosial (medsos) kembali disuarakan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Hanafi Rais. Dia mengatakan, di era digital ini masyarakat bukan lagi banjir informasi.

“Tapi sudah tsunami informasi,” ujar Hanafi saat bicara di depan peserta Seminar Merajut Nusantara di Hotel Grand Serela Jalan Magelang Km 4 Mlati, Sleman, kemarin (9/8).

Seminar mengambil tema “Penggunaan Media Sosial sebagai Upaya Pengentasan Kesenjangan Digital dalam Rangka Sosialisasi Redesain Uso”. Kegiatan tersebut diadakan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bekerja sama dengan DPR RI.

Hanafi mengakui penggunaan medsos punya nilai plus dan minus. Karena itu, masyarakat dituntut lebih kritis. Salah satu sikap kritis itu dengan membudayakan diet menggunakan medsos. Diet itu diperlukan karena informasi di medsos cenderung sulit dikontrol.

Diet medsos itu dapat dilakukan dengan memperbanyak pertemuan riil. Interaksi harus dibangun secara nyata. Bukan lagi di dunia maya. Saat pertemuan riil, Hanafi menyindir peserta seminar. Dia meminta agar bersedia menanggalkan gadget untuk sementara waktu. Sebab, saat acara sebagian peserta justru asyik dengan ponselnya.

Di bagian lain, Hanafi mengingatkan  revolusi industri 4.0 sudah menjadi keniscayaan. Tidak dapat ditolak ataupun dibendung. Akibat muncul gaya baru dalam dunia usaha. Yakni munculnya bisnis via darling atau online.

Ini berimbas pada beralihnya konsumen dari konvensional ke online. Dampaknya sejumlah pusat perbelanjaan yang menjual pakaian atau kosmetik harus tutup. Itu mengakibatkan sejumlah orang harus kehilangan pekerjaan. Terkena PHK. “Sementara pekerjaan baru belum dapat menyerap tenaga kerja yang dibutuhkan. Inilah risiko ekonomi yang terjadi,” katanya.

Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika Henry Subiakto mengatakan, saat ini dunia telah berubah. Perubahan juga terjadi di dunia politik dan teknologi. Di era sekarang internet itu bagian dari kebutuhan masyarakat.

“Bagi anak-anak milenial, internet itu seperti oksigen. Tidak menghirup seminggu saja bisa mati. Contohnya seperti di Jakarta  kemarin. Listrik mati sehari orang nggak bisa ngapa-ngapain,” kata Henry.

Dikatakan, semakin muda usianya, tingkat ketergantungan dengan internet semakin tinggi. Terkait penggunaan medsos, Henry mewanti-wanti agar berhati-hati. Di antaranya, penggunaan facebook maupun WhatsApp.

Sedangkan pembicara ketiga Nazaruddin selaku praktisi mengatakan, masih ada 52 persen orang Indonesia yang belum menggunakan medsos. Dewasa ini akses mental dan material terhadap  jaringan internet sudah baik. Begitu pula pemanfaatan gadget.

Sayangnya, kondisi itu  belum didukung dengan kemampuan  mencari, memilih dan memproses dari sumber informasi yang baik. Dampaknya sebagian masyarakat ada yang terjebak dengan berita palsu. “Itu karena tidak memiliki keterampilan mencari, memilih dan memproses sumber informasi dari medsos maupun sarana internet lainnya,” ujar Nazaruddin. (kus/zl)