JOGJA – Ada yang berbeda dengan Hari Raya Kurban tahun ini. Lebih ramah lingkungan. Sebagian panitia kurban tak lagi menggunakan tas plastik. Mereka memanfaatkan bahan ramah lingkungan untuk membungkus daging kurban. Misalnya, besek dikombinasi dengan daun jati.
Panitia kurban Masjid Mataram, contohnya. Mereka mendistribusikan 600 hingga 650 paket daging kurban. Isinya satu kilogram daging. Seluruh paket yang dikemas dengan besek dan daun jati ini didistribusikan ke lima RW di Sorosutan, Umbulharjo, Kota Jogja.
”Pakai besek untuk menjaga kualitas daging supaya tetap segar dan lingkungan lebih ramah lagi,” jelas Rudi Hartono, ketua panitia kurban Masjid Mataram.
Penggunaan besek di Masjid Mataram baru kali pertama. Rudi mengungkapkan, ada beberapa pertimbangan penggunaan bungkus ramah lingkungan. Di antaranya, sampah plastik bekas daging menimbulkan bau tak sedap jika dibuang sembarangan. Sampah plastik juga sulit diurai.
”Harga besek memang lebih mahal. Tapi, dampaknya ke lingkungan minim,” ujarnya.
Bagi warga penerima, penggunaan bungkus ramah lingkungan diyakini bisa menjaga kualitas daging. ”Kalau pakai plastik rasanya akan berkurang,” ucap Wiwin, warga penerima daging kurban.
Masjid Margoyuwono Panembahan Kraton juga menggunakan bungkus ramah lingkungan. Bahkan, panitia kurban sebelumnya pernah menggunakan kreneng (anyaman bambu) dikombinasi dengan daun pisang atau jati.
”Sekarang dihidupkan lagi karena ada imbauan mengurangi penggunaan plastik,” kata Sekretaris Takmir Masjid Margoyuwono Panembahan Kraton Hartoko.
Panitia, kata Hartoko, membutuhkan sekitar 2.000 lembar daun jati. Seluruhnya dibeli di Pasar Beringharjo. Itu untuk membungkus 500 paket daging. ”Sapinya tujuh ekor. Sedangkan kambingnya 26 ekor,” sebutnya.
Ya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Jogja mengampanyekan gerakan Idul Adha Tanpa Kantong Plastik. Selain untuk meminimalisasi dampak terhadap lingkungan, penggunaan plastik sebagai bungkus daging bisa memengaruhi kesehatan. Apalagi, tas plastik berwarna hitam.
”Kantong plastik bahannya dari daur ulang. Dari sisi kesehatan tidak terjamin,” kata Kepala DLH Kota Jogja Suyana.
Berdasar data DLH Kota Jogja, plastik bekas berkontribusi 14 persen dari total sampah. Trennya cenderung naik setiap tahun. Padahal, sampah plastik sulit diurai. Butuh puluhan bahkan ratusan tahun untuk mengurainya secara alami. (dwi/cr15/zam)