PETINGGI VOC di Batavia menyadari posisi mereka makin terjepit. Menyerahnya Kompeni di Kartasura menjadi pelajaran berharga. Perlawanan koalisi Mataram-Tionghoa rupanya semakin masif. Tak ingin menanggung risiko, Batavia akhirnya mengganti penguasa VOC di daerah. Bartholomeus Visscher, kepala perwakilan VOC di Semarang, dicopot. Visscher digantikan oleh Abraham Roos.
Saat tiba di Semarang pada 25 Juli 1741, Roos membuat pendapat untuk mencegah kekalahan VOC lebih jauh. Salah satunya, Batavia agar tidak lagi mengakui kepemimpinan Susuhunan Paku Buwono II sebagai raja Mataram. Bupati-bupati yang menjadi bawahan Kartasura agar diberikan perlindungan. Mereka didorong menyatakan keluar dan lepas dari Negara Kesatuan Kerajaan Mataram.
Roos juga merekomendasikan VOC untuk memberikan jaminan secara tertulis kepada Bupati Madura Cakraningrat. Madura akan lepas dari Mataram jika Cakraningrat bersedia membantu Kompeni melawan koalisi Mataram-Tionghoa.
Bupati Semarang Astrawijaya yang masih keturunan Tionghoa agar diganti. Dia dicurigai bersimpati dan membantu laskar Tionghoa. Pengganti Astrawijaya ditunjuk Martayuda atau putra-putranya yang saat itu masih di pengasingan.
Pandangan yang diajukan Roos itu jelas ingin memecah belah hubungan PakuĀ Buwono II dengan para bupatinya. Pendapat ini belakangan ditolak oleh Batavia. Sedangkan rekomendasi terkait perjanjian tertulis dengan Cakraningrat dan penggantian Astrawijaya bisa diterima Batavia.
Bagi petinggi Kompeni, desakan mengganti Paku Buwono II seperti diajukan Roos terlampau radikal. VOC enggan menggantikan kedudukan Mataram sebagai penguasa Jawa. Tanpa Sunan, Kompeni justru akan kehilangan pihak yang diajak berunding.
Di pihak lain, pasukan koalisi Mataram-Tionghoa terus memperluas ekspansinya. Sunan mengirimkan ribuan prajurit di bawah komando Bupati Banyumas Yudanegara ke Priangan Timur.
VOC membalas dengan menerjunkan ekspedisi militer dari garnisun Tegal ke Priangan Timur. Mereka menerobos kepungan laskar Tionghoa yang menguasai Tegal.
Tak mau kalah, Paku Buwono II dan Patih Notokusumo menggunakan siasat lain. Sunan berupaya membangun solidaritas Islam di kalangan masyarakat Jawa. Paku Buwono II menyerukan perlawanan semesta di Jawa terhadap VOC yang kafir. Sunan juga memerintahkan agar menyerang loji-loji VOC.
Seruan itu bukan hanya ditujukan bagi kawula Mataram. Namun juga pasukan Kompeni yang muslim. Kepada mereka diberikan pemahaman mengabdi kepada VOC yang kafir merupakan perbuatan salah. Meski mereka loyal, pada akhirnya akan dibuat sengsara oleh Kompeni. Ada beberapa kejadian yang bisa menjadi contoh. Salah satunya dialami Kapten Jonker. Dia seorang muslim asal Ambon yang mengabdi menjadi perwira Kompeni. Jonker sukses menangkap Trunajaya asal Madura yang memberontak kepada VOC pada 1679. Sepuluh tahun kemudian Jonker ditahan. Dia kemudian dieksekusi mati karena tuduhan hendak membelot dari Kompeni.
VOC menyadari betapa bahayanya bila solidaritas Islam itu dapat mempengaruhi para pasukan Kompeni yang muslim. Rasa khawatir itu masuk akal. Sebagian besar tentara VOC adalah orang Bumiputera. Dari 3.072 prajurit, hanya 662 orang atau 20 persennya yang orang Eropa.
Pimpinan VOC di Batavia mati-matian menangkal seruan solidaritas Islam itu. Petinggi Kompeni membuat konter dengan menyebut perang melawan koalisi Mataram-Tionghoa tidak ada hubungannya dengan solidaritas Islam. Tugas utama tentara VOC adalah memberantas orang-orang Tionghoa yang membuat kerusuhan di Batavia.(yog/by/bersambung)