RADAR JOGJA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghibahkan aset sitaan berupa dua bidang tanah dan bangunan senilai Rp 19,5 miliar kepada Pemprov DIJ. Aset itu hasil rampasan negara dari terpidana kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) pengadaan simulator SIM mantan Kakorlantas Mabes Polri Irjen Djoko Susilo.
Berdasarkan berita acara serah terima yang dilakukan di Gedhong Pracimosono, Kepatihan, Rabu (4/9), dua bidang tanah dan bangunan tersebut terletak di Kampung Langenastran Kidul dan Patehan Lor, Kraton, Kota Jogja. Di Langenastran Kidul nilai aset sebesar Rp 4,47 miliar dengan luas tanah 573 meter persegi dan luas bangunan 226 m2. Sementara di Patehan Lor nilai aset Rp 15 miliar dengan luas tanah 2.057 meter persegi dan luas bangunan 887 m2.
Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang menjelaskan, sebelumnya setelah menjadi barang sitaan negara, aset tersebut sebenarnya telah memasuki proses lelang. Namun dalam waktu dua tahun tidak ada satupun masyarakat yang tertarik.
“Beruntung memang aset tersebut tidak jatuh kepada pihak lain. Apalagi itu masuk dalam heritage,” kata Saut usai secara simbolik melakukan penyerahan aset kepada Gubernur DIJ Hamengku Buwono X.
Dijelaskan, pihak provinsi sebenarnya sudah mengajukan permohona hibah aset kepada negara setahun yang lalu. Namun realiasi hibah secara simbolis baru bisa terlaksana kemarin.
Saut berharap ke depan proses hibah terhadap aset berupa barang warisan budaya bisa dipercepat. “Bila perlu tidak boleh dilelang, dan kami usulkan untuk dibuat aturannya,” kata Saut.
Seperti diketahui, penyitaan dua aset milik perwira tinggi Polri itu secara resmi terjadi pada 2013 silam. Penyitaan aset yang dihibahkan pun telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 537 tanggal 4 Juni 2014.
Sementara itu, Gubernur HB X mengaku cukup lega akhirnya dua aset tersebut bisa kembali milik pemprov. Dia pun mewanti-wanti agar bangunan cagar budaya tidak jatuh ke orang lain. “Takutnya nanti peruntukannya berbeda bila dikuasai orang lain,” katanya.
Dijelaskan, sebenarnya cukup banyak investor dari luar seperti Malaysia dan Tiongkok mengincar aset-aset bangunan bersejarah. Bila nantinya digunakan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukan, maka akan merugikan masyarakat sekitar.
Dua aset itu sebenarnya milik abdi dalem Keraton yang telah mendapatkan sertifikat hak milik. “Mungkin karena turun termurun warisan ke anak cucu lalu dijual. Saya sendiri sebenarnya tidak tahu menahu soal penjualan itu,” kata HB X.
Pemprov berencana menggunakan dua aset itu untuk kepentingan publik. Terutama dipergunakan untuk kegiatan kebudayaan. Seperti yang dilakukan pada bangunan Sate Puas di kawasan Gamel, Kraton, Jogja.
Tempat bersejarah itu dulunya menjadi tempat pertemuan HB IX dalam memperjuangkan kemerdakaan. Bangunan warung Sate Puas, digunakan sebagai kedok pertemuan raja keraton dengan para pejuang.
“Sekarang tempat itu jadi ruang bertemunya pelaku budaya. Saya ingin nantinya aset tersebut bisa digunakan untuk kegiatan budaya,” kata gubernur yang juga raja Keraton Jogja ini. (bhn/laz)