RADAR JOGJA – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIJ mencatat 6.208,5 hektare lahan terdampak kekeringan. Rinciannya 2.268,5 hektare mengalami kerusakan ringan, 855 hektare rusak sedang, 193,5 hektare rusak berat, dan 2.921,5 hektart mengalami puso.

Gunungkidul menjadi wilayah terdampak terbesar musim kemarau panjang ini. Setidaknya total ada 5.597 hektare lahan terdampak langsung. Rinciannya 2.003 hektare rusak ringan, 762 hektare rusak sedang, 132 hektare rusak berat dan 2.700 hektare  puso. “Data kekeringan ini adalah lahan yang biasa ditanami komoditas padi,” jelas Kepala Pelaksana BPBD DIJ Biwara Yuswantana, Kamis (5/9).

Gunungkidul merupakan kawasan rawan. Penyebabnya adalah kontur tanah yang tidak bisa menyimpan air. Adapun pemanfaatan teknologi sumur bor belum berjalan optimal. Khususnya untuk mendukung dunia pertanian.

Walau begitu dia memastikan suplai air bersih tetap berjalan optimal. Setidaknya 15,2 juta liter air bersih telah terdistribusi. Sasarannya adalah 60 desa di 25 kecamatan dari tiga kabupaten. Suplai tidak hanya dari pemerintah tapi juga pihak swasta.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIJ Sasongko menjamin kebutuhan pangan tetap aman. Ini karena Jogjakarta sudah menampung 70 persen hasil panen raya. Periode panen tersebut berlangsung antara Januari hingga April.

Sisa panen 30 persen masih berlangsung hingga saat ini. Artinya musim kering berkepanjangan tidak berdampak pada suplai beras. Terlebih beberapa lumbung masih menyimpan hasil panen tahun sebelumnya.

“Seperti di Gunungkidul itu yang digunakan adalah hasil panen tahun lalu. Sementara hasil panen tahun ini disimpan untuk kebutuhan tahun depan. Jadi relatif aman untuk kebutuhan beras,” ujarnya.

Di samping itu petani juga telah mengubah pola tanam. Sasarannya adalah tanaman yang tidak membutuhkan banyak konsumsi air. Sehingga lahan kering tetap bisa dimanfaatkan untuk nilai ekonomis.

Petani juga telah mengembangkan manajemen tanam. Dia mencontohkan petani kawasan Kulonprogo. Diawali dengan penutupan saluran irigasi 1 Juni. Selanjutnya dibuka kembali pada 1 Agustus. Berlanjut dengan masa tanam medio September hingga Oktober.

“Beda dengan Gunungkidul karena disana debir air memang minim. Saat ini beberapa lahan sudah mulai basah tapi belum masuk masa tanam,” katanya. (dwi/din)