PADA 23 Juli 2019 diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Berbagai desain ucapan selamat hari anak nasional pun mewarnai seluruh jagad maya sosmed. Baik Facebook, Instagram, Twitter. Peringatan HAN seharusnya bisa kita jadikan sebagai pengingat, untuk berinstrofeksi diri, khususnya bagi kalangan orang tua. Sebab anak adalah aset bangsa yang akan meneruskan cita-cita terhadap kemajuan Indonesia di masa depan nanti.
Maka dari itu sudah selayaknya bagi orang tua untuk membekali anak-anak mereka dengan asupan pengetahuan dan pembentukan karakter pribadi anak yang siap untuk ikut berperan dalam memajukan bangsa Indonesia tercinta ini.
Mengapa harus orang tua dan keluarga? Ya, sebab mereka lah guru dan sekolah pertama bagi sang anak.
Tak ayal jika peran dari orang tua sangat penting untuk perkembangan anak dalam menatap masa depannya. Nah dari beberapa ulasan di atas, bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak pada masa sekarang?
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, harus di imbangi pula dengan pemahaman pola asuh kepada anak. Supaya tidak terjadi hal-hal yang di inginkan, yang berdampak pada perkembangan karakter, intelektual anak.
Ya, di misalkan saja dengan adanya gawai, laptop dan teknologi lainnya. Dengan ketambahan akses internet yang ada, alat-alat teknologi yang canggih tersebut bisa di buat untuk mengakses apapun, sesuai dengan kehendak sang pemakai.
Disadari atau tidak para orang tua sekarang lebih menyukai anaknya lebih baik diam, tenang dan berduaan dengan suguhan gawai ditangan anak. Daripada sang anak main lari-lari an kesana kemari. Dengan alasan supaya tidak capek menuruti sifat anak yang agresif.
Memang hal itu bisa dibenarkan juga bisa disalahkan. Sebab pola asuh yang seperti itu mempunyai dampak yang cukup besar pada sang anak.
Pertama, anak akan riskan mengalami candu terhadap gawai yang melekat setiap hari padanya. Kedua, ketika sudah mengalami candu, sang anak akan sulit untuk dikendalikan. Dan akhirnya itu semua akan berdampak pada karakter dan pola pikir sang anak.
Sekarang dengan maraknya game online, menjadikan anak hanya dijadikan sebatas konsumen, untuk memainkannya. Jika dibandingkan dulu sebelum ada gawai dan game online, anak diajarkan oleh orangtua nya untuk membuat mainan sendiri dengan kreativitasnya menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar, baik yang berbahan dasar dari produk alam, ataupun bahan bekas alat rumah tangga. Hal ini menjadikan anak menjadi pribadi yang suka mencipta, bukan hanya sekedar menggunakannya.
Kemudian terjadi perubahan sosial pada diri sang anak, seperti lebih bersifat individualistis dan merosotnya sikap sosial solidaritas terhadap teman dan lingkungan sekitar. Memang dampak-dampak negatif yang dihasilkan dari pesatnya perkembangan teknologi tersebut tidak akan terjadi jika, pola asuh dari orang tuanya benar.
Orang tua selain menjadi pendidik, mereka joga mempunyai peran untuk mengontrol perkembangan anak. Jadi alangkah baiknya jika orangtua bersahabat dengan anak. Tidak mengekang melarang anak menggunakan gawai, ataupun larangan lainnya. Namun dibarengi dengan keseimbangan pengetahuan dan pemahaman dari orangtua terhadap sang anak mengenai, penggunaan gawai.
Misal, penggunaan gawai digunakan untuk menunjang aktivitas belajar sang anak. Tak ayal jika sang anak nantinya akan menggunakan gawainya sesuai dengan manfaat yang dihadirkan oleh gawai tersebut. Bukan hanya sekedar untuk game online.
Alhasil tak menutup kemungkinan anak akan menjadi pribadi yang siap ikut berperan dalam kemajuan bangsa ini. Baik dalam segi prestasi akademiknya, ataupun prestasi dalam bidang lainnya. (ila)
*Penulis merupakan alumni Pondok Pesantren Khozinatul Ulum Blora dan masih berkuliah di Jurusan S1 Perbankan Syariah