RADAR JOGJA- Meskipun anggaran droping air sudah tipis, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul belum menaikkan status menjadi darurat.  Bahkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul menyebut, kondisi sekarang masih aman.

“Belum lama ini kami menggelar rapat koordinasi dengan sejumlah pihak menyangkut dampak kekeringan. Kesimpulannya, masih aman belum ada  rencana peningkatan status,” kata Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul Edy Basuki, Rabu (18/9).

Pihak terkait yang dimaksud meliputi, kecamatan, Paguyuban Pengelola Air Minum Masyarakat Jogjakarta (Pamaskarta) dan PDAM Tirta Handayani. Keterangan dari kecamatan-kecamatan yang dianggap sebagai zona merah alias rawan kekeringan, anggarannya masih mencukupi. Kecamatan Ponjong, Tepus, dan Rongkop anggaran bisa bertahan hingga pertengahan Oktober. Kecamatan lain seperti Girisubo, Paliyan, Panggang, Purwosari, Tajungsari, Patuk, Gedangsari cukup hingga akhir bulan ini.

Dia menjelasakan, anggaran droping kecamatan terpisah dengan dana yang dimiliki BPBD. Untuk BPBD dipastikan sampai dengan akhir bulan ini juga aman. Terlebih bantuan dari pihak swasta terus berdatangan. Diperkirakan bantuan ini dapat bertahan hingga 24 hari. Sehingga droping air masih bisa terlaksana hingga akhir Oktober. “Skemanya dana kita cukup sampai September, kemudian ditambah dari swasta maka perkiraan bantuan sampai Oktober masih aman,” terangnya.

Mantan sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah ini menegaskan, dengan asumsi pelaksanaan penyaluran droping sampai akhir Oktober, peningkatan status kekeringan belum menjadi skala prioritas. “Mudah-mudahan akhir Oktober sudah mulai hujan. Sehingga tidak ada status darurat,” ucapnya.

Sekretaris Kecamatan Girisubo Arif Yahya mengatakan, hingga September ini telah mengalokasikan bantuan droping air 600 tangki. Sementara total tersalur mencapai 375 tangki sehingga dana untuk droping masih mencukupi. “Jika masih ada warga Kecamatan Girisubo yang kekurangan air segera koordinasi agar droping bisa segera dikirim,”kata Arif Yahya.

Di bagian lain, seorang warga Duwet, Purwodadi, Tepus, Sartono mengatakan, selama musim kemarau tahun ini membeli tiga kali air dari tangki swasta. Harganya variatif.  “Agar pengeluaran tidak membengkak kami memanfaatkan sumber air. Setangah jam dapat 25 liter,” kata Sartono. (gun/pra)