RADAR JOGJA – Kepala Bidang Pendidikan Menengah (Dikmen) Disdikpora DIJ Isti Triasih memastikan ada sanksi kepada pelajar yang nekat ikut aksi demonstrasi. Mekanismenya diawali pendataan pihak sekolah. Selanjutnya sekolah menjatuhkan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Berdasarkan pantauan Radar Jogja, beberapa siswa sempat ikut dalam aksi. Terpantau belasan siswa ikut demo di Gedung DPRD DIJ. Awalnya para siswa sempat dilarang masuk pihak keamanan dewan. Walau akhirnya para siswa berseragam celana hitam dan berjaket ini diizinkan masuk.
Saat didatangi dan ditanya, para siswa ini menghindar. Mereka cepat-cepat bergabung dengan rombongan di lobi DPRD DIJ. Sejumlah pelajar juga terpantau dalam aksi Gejayan Memanggil. Bedanya para pelajar ini tetap mengenakan seragam putih abu-abu.
Salah satu siswa dari SMA negeri di Bantul mengaku ikut aksi usai pulang dari sekolah. Masih menggunakan seragam lengkap, ia datang bersama dengan teman-temannya sekitar pukul 14.00.
Tidak ada yang mengkoordinasi, ia mengaku ikut aksi karena mulai resah terkait RUU KUHP terkait pasal yang akan dijatuhkan pada orang yang tidak mencegah hewan yang ada dalam penjagaannya menyerang orang atau hewan.
“Kan saya juga tinggal di desa dan banyak hewan ternak di desa yang berkeliaran,” tuturnya di sela-sela aksi.
Humas aksi Gejayan Memanggil, Nailendra mengaku pihaknya tidak pernah menyampaikan ajakan langsung kepada para pelajar. Menurutnya, keberadaan pelajar dalam aksi itu atas dasar kesadaran masing-masing. “Kesadaran pelajar untuk menyatakan turun aksi,” jelas Nailendra.
Isti Triasih menegaskan, sanksi terhadap siswa langsung dari sekolah yang memberikan. “Didata nama siswanya dan bentuk pelanggarannya seperti apa,” jelas Isti, Senin (30/9).
Di satu sisi Isti mengakui jajarannya tidak bisa bertindak banyak. Terlebih surat edaran dari kepala Disdikpora DIJ telah jauh-jauh hari. Poinnya adalah larangan kepada siswa untuk ikut aksi turun ke jalan. Sekolah juga diminta untuk mengawasi secara penuh siswanya.
“Sudah berupaya semaksimal mungkin meminta kepada sekolah untuk tidak memperbolehkan siswa ikut. Mungkin saat berangkat, pamitnya ke sekolah, tapi tidak sampai jika niatnya membolos. Kalau yang sudah pulang sekolah, juga akan dicek,” katanya.
Isti tak menampik siswa memanfaatkan celah aksi. Kedua aksi baik di DPRD DIJ dan Gejayan Memanggil berlangsung di atas pukul 12.00. Tentunya ini memungkinan bagi beberapa siswa untuk ikut. Terutama yang sekolahnya tidak menerapkan jam pelajaran hingga sore hari.
Terkait larangan, Isti menegaskan bukan pada berbarengan jam pelajaran. Namun sesuai perundang-undangan yang berlaku, usia pelajar belum patut ikut demonstrasi. Pertimbangan kematangan emosional dan proses memilah informasi.
Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi menyayangkan keterlibatan pelajar. Walau begitu, mantan wartawan ini tidak sepenuhnya melarang penyampaian aspirasi. Sekolah bisa memfasilitas siswanya untuk penyampaian aspirasi tersebut.
Dia beracuan UU Perlindungan Anak. Penyebutan kategori anak di bawah usia 18 tahun. Dalam kategori ini, manusia belum memiliki dasar dan otoritas mandiri sepenuhnya. Termasuk memiliki hak politik praktis.
“Aspirasi bisa disampaikan ke guru lewat surat atau media lainnya. Tidak usah sampai turun ke jalan. Apalagi jika pikirannya masih labil. Ini rentan kena hasut hingga akhirnya dimanfaatkan untuk bertindak anarkis,” katanya.
Asisten Sekretaris Provinsi (Asekprov) Bidang Pembedayaan Sumberdaya Masyarakat Arofah Noor Indiriani juga mengaku prihatin dengan adanya aksi ke jalan yang dilakukan sebagian pelajar. Menurutnya, usia sekolah masih dalam masa pembentukan karakter, sehingga belum cukup tepat untuk mengikuti aksi massa tersebut.
“Mereka belum mengerti plus minusnya,” ujar Arofah saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (30/9). Sebelumnya, pemprov sendiri telah mengeluarkan surat edaran kepada sekolah-sekolah perihal imbauan para siswa yang akan mengikuti aksi demonstrasi.
Dalam surat edaran itu, kepala sekolah diminta untuk melakukan pengawasan terhadap siswanya agar tidak mengikuti aksi demonstrasi pada saat jam sekolah. Dikatakan, sekolah harus benar-benar bisa melakukan pengawasan dan memberikan masukan mengenai penyampaian aspirasi siswa di ruang publik.
Oleh karena itu, dia berharap sekolah mengadakan diskusi kepada peserta didik di setiap jam kosong. “Manajemen sekolah harus bisa melakukan instropeksi. Bagamaimana mengarahkan siswa untuk menyuarakan aspirasi yang baik tetapi tidak melalui jalanan,” katanya.
Dia juga berharap peran orang tua untuk penguatan ketahanan di lingkungan keluarga. Dengan begitu, anak akan lebih mendengar masukan dari orang tua ketimbang orang-orang yang ada di luar yang dapat memberikan masukan yang buruk.
Sementara itu, demonstarasi yang terjadi di DIJ kemarin tidak hanya dipusatkan di Gejayan. Aksi demo juga terjadi di kawasan Malioboro, tepatnya di Gedung DPRD DIJ dan Titik Nol Kilometer.
Para demonstran menyatakan tuntutannya agar pemerintah membatalkan revisi Undang-Undang KPK dan RKUHP. Peserta aksi ditemui langsung oleh pimpinan sementara DPRD DIJ Huda Tri yudiana dan anggota DPRD Eko Suwanto.
Di hadapan para demonstran, Huda menyatakan siap menyampaikan aspirasi itu kepada pemerintah pusat. Dia pun mengapresiasi kebangkitan gerakan mahasiswa yang cukup peka terhadap situasi politik dan bernegara yang terjadi saat ini. (dwi/bhn/eno/laz)