RADAR JOGJA – Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman tengah menyiapkan lahan pengganti untuk kawasan pertanian yang terdampak proyek pembangunan jalan tol Bawen-Jogja-Solo.

Kepala DP3 Sleman Heru Saptono mengatakan lahan pengganti yang disipakan sebagian besar berada di kawasan rawan bencana (KRB) III Merapi. Yakni meliputi Kecamatan Cangkringan, Pakem, dan Turi.

Lainnya ada di Kecamatan Prambanan yang hampir mencakup semua desa. Kecuali Madurejo karena masuk zona inti Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). “Kami akan carikan lahan pengganti sebagian di zona KRB III,” ujar Heru.

Pertimbangannya, sesuai Perpres, wilayah KRB III bisa dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya pertanian. Termasuk tanaman hortikultura seperti cabai, dan tanaman pangan semisal ketela dan jagung.

Wilayah KRB III, ke depan akan diarahkan untuk kegiatan pertanian dalam arti luas. Tidak hanya sebatas untuk produksi tanaman pangan tapi juga sektor lain semisal peternakan. Sasarannya adalah untuk menjaga ketersediaan pangan. Mengingat Sleman merupakan lumbung pangan di DIJ.”Lahan di sana cukup untuk pengganti wilayah terdampak tol. Tapi berapa luasannya belum tahu karena masih dideleniasi atau dicari tapal batasnya,” terangnya.

Sesuai angka yang ditetapkan di dalam Perda DIJ No 5/ 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), luasan LP2B di Sleman adalah 18.482,03 hektare. Lahan ini terdiri dari inti seluas 17.947,54 hektare, dan cadangan 534,50 hektare yang tersebar di seluruh wilayah kecamatan.

Data pada Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIJ menyebutkan, lahan pertanian di wilayah Sleman yang terdampak proyek tol seluas 35,48 hektare. Rinciannya, LP2B seluas 8,64 hektare dibutuhkan untuk proyek pembangunan jalan tol Jogjakarta-Solo, dan Jogjakarta-Bawen 8,64 hektare.

“Kami sudah alokasikan lahan penggantinya. Jadi, tidak akan mengurangi angka LP2B sesuai ketentuan RTRW provinsi. Karena yang terdampak tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya,” katanya.

Heru menjelaskan, Pemkab Sleman akan menyiapkan regulasi sebagai payung hukum untuk menaungi kebijakan LP2B. Peraturan daerah yang mengatur hal itu masih dalam tahap pembahasan di tingkat eksekutif. Di dalam draf perda juga sudah diakomodasi tentang alokasi lahan pengganti. “Kami sudah tahu rencana tapaknya atau DED proyek tol sehingga lahan pertanian yang terkena dampak, tidak masuk dalam LP2B,” ujarnya.

Camat Kalasan Siti Anggraheni mengatakan adanya tol ini, muncul kekhawatiran jika nantinya membelah satu desa atau padukuhan. Sehingga menimbulkan dampak sosial. Kendati demikian, dia menegaskan pemerintah kecamatan ataupun masyarakat tetap mendukung proyek nasional ini. “Tapi saya belum tahu, ini nantinya membelah desa atau kampung,” katanya.

Kendati demikian, dia menjelaskan pada prinsipnya tinggal nanti bagaimana berkomunikasi dengan pemerintah pusat. Oleh karenanya, dia meminta kepada masyarakat di Kalasan, jika menerima informasi apapun terkait tol agar tidak panik. (har/din)