Sekelompok mahasiswa dari Fakutas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja berhasil mengolah limbah onggok menjadi panel akustik. Persoalan limbah onggok yang dihasilkan UMKM pengolahan tepung dari pohon aren, telah melebihi standar dari acuan yang ditetapkan pemerintah.
SEVTIA EKA NOVARITA, Sleman, Radar Jogja
Di Dusun Bendono, Daleman, Tulung, Kabupaten Klaten, setiap industri mampu menghasilkan sekitar 600 sampai 700 kilogram limbah onggok setiap harinya. Limbah yang dibiarkan begitu saja, mulai mencemari lingkungan di sekitarnya.
Usai melihat limbah onggok, sekelompok mahasiswa ini mulai mencari ide untuk memanfaatkannya. Yakni Ardhi Kamal Haq, Said Ahmad, Muhammad Dwiki Destian Susilo, dan Pamela Chanifah Zahro.
Ardhi menuturkan, ide mengolah limah sudah didapatkan sejak tahun 2016. Hanya saja, riset dimulai pada September 2018. Setelah melalui beberapa eksperimen, ditemukan formula yang tepat untuk membuat panel akustik dari limbah onggok.
Tidak memerlukan bahan yang rumit, limbah onggok hanya dipisahkan untuk mendapatkan serat dan bubuknya. Kemudian serabut dan serbuk onggok dicampurkan dengan tepung kanji yang sudah dilarutkan dengan air.
“Dengan takaran satu banding satu, yaitu lima kilogram serbuk dan lima kilogram serabut, untuk menghasilkan panel akustik dengan ukuran 50×50 sentimeter,” jelas Ardhi.
Setelah berhasil dicetak sesuai dengan bentuk, pengeringan secara manual akan dilakukan. Membutuhkan waktu selama satu sampai dua hari. Proses inilah yang membuat pembuatan panel akustik menjadi lama.
Panel yang dihasilkan diklaim mampu meredam 95 persen suara. Artinya, jika suara yang datang 100 desibel, maka hanya akan menyisakan lima desibel. Panel akustik akan bertahan sampai dengan lima tahun dengan perawatan berkala.
Dwiki Destian menambahkan, tidak hanya mampu mengatasi persoalan pencemaran lingkungan, peredam suara yang dihasilkan menjadi alternatif panel akustik ramah lingkungan. Hal ini karena masih banyak panel akustik yang beredar di pasaran menggunakan bahan sintetis berupa busa dan styrofoam.
“Harapannya panel akustik dari limbah onggok ini mampu mengurangi limbah onggok sekaligus menggantikan panel akustik yang beredar di pasaran dengan bahan yang ramah lingkungan,” tutur Dwiki.
Inovasi ini telah terdaftar di surat pencatatan ciptaan di Kemenkumham. Selain itu, inovasi ini juga meraih medali emas dalam ajang International 2nd World Innovation Technology Expo (Wintex) 2019 yang diselenggarakan Indonesian Invention and Innovation Promotion Association (Innopa) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), 9-12 Oktober 2019.
Menurut Dwiki, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Meskipun sudah bagus dalam pengujian, scaling up masih perlu banyak mencari referensi. Mempelajari lebih lanjut terkait estetika dari panel dengan pihak yang tahu seni akan dilakukan.
“Masih membuat prototipe dan melihat pasar yang bisa diajak kerjasama,” jelas Dwiki. (laz)