Merasa bersyukur menjadi bagian dari tim Clinic for Community Empowerment (CCE) Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Merasa bersyukur. Karena, CCE memberi kesempatan untuk berbagi dengan relawan komunitas tanggap bencana dan peduli sungai.
Agenda ini merupakan bentuk kerja sama yang sinergis dengan Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWS). Wujud dari kerja sama adalah salah satunya menyelenggarakan workshop peningkatan dan penguatan kelembagaan komunitas peduli sungai dan waduk selama dua hari di awal bulan November 2019.
CCE dan BBWS bergandengan tangan melaksanakan aktivitas bersama berupa workshop peningkatan kapasitas para relawan dengan memberi bekal asset mapping. Relawan yang berasal dari Madiun, Ngawi, dan Magetan memperoleh ilmu mengenai kemampuan mengenai faktor risiko dan potensi yang dimiliki untuk menyelamatkan lingkungan terutama sungai dan waduk.
Harapan dari pembekalan pada relawan bisa meminimalisasi faktor penghambat dan memaksimalkan pemanfaatan potensi yang sudah ada. Bekal lain yang diperoleh dari asset mapping adalah kemampuan membangun jejaring dengan stake holder dan melakukan rencana aksi yang benar-benar efektif bagi komunitas.
Bagi relawan, pembekalan pengetahuan mengenai asset mapping merupakan hal mendasar dan penting. Hal ini dilatarbelakangi betapa problem penanganan lingkungan tidak gampang. Akibat dari perilaku manusia yang tidak memiliki kearifan dalam memperlakukan lingkungan. Dampaknya lingkungan menjadi rusak. Kerusakan lingkungan tersebut yang menjadikan bencana.
Realitas menunjukkan bencana terjadi karena ulah manusia yang tak peduli dengan lingkungan. Pembalakan liar. Penambangan kandungan alam tak terkendali. Pabrik membuang limbah sembarangan. Sampah berlipat-lipat setiap hari dilempar ke tempat tak semestinya.
Ulah manusia yang tak peduli terhadap kelestarian lingkungan itu membuat sungai kehilangan kemanfaatannya. Kunjungan ke sekreatriat Searc and Rescue (SAR) Sikathan di Jetis, Ngawi, ditunjukkan sungai yang berdekatan dengan posko para relawan ini. Sungai yang kami kunjungi bersama tim CCE dan BBWS merupakan anak sungai yang memperoleh aliran dari sungai Bengawan Solo.
Salah satu relawan yang menemani kami melihat dari dekat keberadaan sungai bercerita tentang kondisi sungai yang telah berubah drastis. Relawan yang sejak kecil tinggal di dekat sungai memberi kesaksian. Dulu ketika musim kemarau panjang air tetap mengalir jernih. Bersih. Layak untuk mandi dan mencuci. Tidak ada pencemaran.
Proses waktu berjalan. Ternyata situasi sungai sudah berubah. Musim kemarau panjang seperti sekarang. Sungai kering. Tiada air mengalir. Air kotor. Tercemar. Tidak layak untuk mandi dan mencuci. Menurut pengakuan relawan. Kondisi sungai yang berubah ini karena bagian hulu sebagai kawasan memproduksi air sudah tidak berfungsi.
Faktor penyebabnya adalah pohon-pohon sebagai penyimpan air telah ditebang membabi buta. Sehingga kawasan di bagian hulu tidak lagi memiliki manfaat menyimpan air. Aliran pada bagian tengah. Pabrik-pabrik mengalirkan limbah langsung ke sungai. Tidak adanya pengawasan yang ketat menyebabkan banyak pabrik secara diam-diam membuangkan limbah ke sungai secara serampangan. Dampaknya sungai menjadi tercemar.
Selanjutnya perilaku masyarakat yang memiliki tabiat buruk membuang sampah secara sembarangan. Relawan memiliki pengalaman. Relawan melakukan tindakan preventif pencegahan bencana banjir. Caranya melakukan gerakan bersih sungai.
Apa yang mereka temukan? Untuk jenis sampah berupa diaper dan pembalut saja relawan bisa mengumpulkan sampai berkarung-karung. ”Sampai bertruk-truk. Kami mengangkutnya,” kata relawan.
Sampah yang berlimpah berada di sungai. Membikin sungai mampat. Sampah yang tertangani seperti ini yang menyebabkan musibah banjir.
Cerita gerakan bersih sungai usai. Kembali relawan bercerita. Sungai mengalami pendangkalan dan menjadi lebih lebar. Bantaran sungai sudah mendekati kawasan rumah penduduk dan badan jalan. Barang kali berlahan-lahan sungai memakan rumah penduduk. Mempersempit jalan. Bisa saja jalan itu tinggal kenangan.
Bila kondisi sungai mengarah pada kondisi lebih buruk. Tak ada penangan segera yang bisa memberikan solusi efektif mengembalikan keadaan menjadi lebih baik. Ada kekawatiran pada diri relawan. Ketika hujan mengalami curah tinggi. Bisa terjadi banjir. Dan, pekerjaan besar menanti relawan. Mereka akan berjuang menyelamatkan banyak korban. Tanpa bayaran. (*)
Penulis adalah dosen Fakultas Psikologi UAD