RADAR JOGJA – Toga Pramandita kini tak muda lagi. Usianya sudah 33 tahun. Salah satu judoka andalan DIJ itu sudah memikirkan untuk pensiun. Pada PON Papua 2020 yang menjadi ajang PON terakhirnya, ia berambisi mendapatkan medali emas, capaian yang belum bisa didapatkan hingga saat ini.
Toga sudah lama menjadi andalan di cabang olahraga judo Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ). Alumni Teknik Elektro UNY ini sudah tampil membela DIJ sejak PON Riau 2012. Prestasinya pun terbilang lumayan.
Pada PON Riau 2012, sosok yang sudah memiliki seorang putra itu mendapatkan medali perunggu. Raihan serupa juga kembali dipersembahkan untuk DIJ di ajang PON Jawa Barat 2016. Pada PON 2016 bahkan Toga menjadi satu-satunya peraih medali bagi DIJ di cabang olahraga judo. Raihan dua medali perunggu itu membuat Toga belum puas. Ia ingin menutup karinya dengan manis, yakni raihan medali emas. “Ya, saya secara pribadi ingin dapat medali emas,” ujarnya.
Toga menjelaskan, peluangnya di ajang PON Papua nanti cukup besar. Ia yang akan turun di kelas +100 kg menyatakan sudah banyak mengenal calon lawan yang akan dihadapi di Papua tahun depan. “Sebagian besar sudah pernah saya lawan. Sisanya ada beberapa judoka muda,” jelasnya.
Sebelum menjadi judoka, Toga mengaku tidak begitu tertarik dengan olahraga. Ia yang sudah gemuk sejak kecil itu mengaku ikut judo lantaran bertujuan untuk kesehatan tubuhnya. Namun setelah beberapa kali mengikuti latihan, Toga mulai suka dan bertekad menekuni olahraga dari Jepang itu. “Dulu mulai ikut dari SMP, ya sampai sekarang ini,” ujarnya.
Selama menjadi judoka, Toga mengaku beberapa kali mengalami cedera, terutama di bagian bahunya. Ia menuturkan bagaimana beberapa kali mengalami dislokasi pada bagian itu. Namun ia bersyukur belum pernah mendapatkan cedera yang lebih parah lagi.
Toga sendiri juga sempat merasakan bergabung dengan tim nasional. Ia berhasil menembus timnas saat Asian Games 2018 lalu. Namun kala itu ia tak bisa berbicara banyak. Ia lansung kalah di babak pertama penyisihan dari judoka asal Tiongkok.
Jika dibandingkan negara Asia yang lain, prestasi judo Indonesia memang masih kalah jauh. Ia mengungkapkan judo di Asia masih dikuasai oleh Jepang, Tiongkok, Korea Selatan, dan beberapa negara pecahan Uni Soviet. “Tapi pengalaman ikut berlatih di tim nasional dan bermain di Asian Games sangat berharga bagi saya,” katanya.
Usianya yang sudah kepala tiga, kini mulai ia pikirkan apa yang akan dilakukan usai pensiun nanti. Saat ini Toga sudah memiliki toko yang menjual pakan serta perlengkapan hewan peliharaan. Toko itu ia rintis sejak enam tahun lalu.
Uang yang ia kumpulkan dari bonus ketika menjadi juara di sebuah kejuaraan judo ia jadikan modal. Selain terus mengembangkan toko, ia bermimpi suatu saat bisa memiliki sasana judo sendiri. Sasana judo itu ingin ia gunakan sebagai lokasi pembinaan atlet-atlet muda DIJ.
“Saya ingin tetap di judo, tapi ingin ke pembinannya. Semoga nanti dapat rezeki,” harapnya.
Toga mengakui olahraga judo ini kurang populer. Bahkan ketika dibandingkan cabor bela diri lain seperti pencak silat, karate, maupun taekwondo, judo terbilang masih kurang familiar di kalangan anak muda. Kendati demikian, Toga menilai potensi Indonesia terutama Jogjakarta di olahraga ini cukup besar. “Kalau saya lihat di Popda saja, sebenarnya potensi atlet judo di DIJ cukup banyak,” jelasnya.
Toga juga berkeinginan suatu saat putranya bisa mengikuti jejaknya di olahraga judo. Untuk itu, ia sudah sering mengajak anaknya yang baru berusia empat tahun ikut latihan. Namun Toga juga tak akan memaksakan apa yang menjadi keinginan putranya. “Saya kenalkan ke judo, sejuah ini sih dia terlihat antusias,” ujarnya. (laz)