RADAR JOGJA – Perbedaan agama tak menjadikan halangan untuk menjalin hubungan harmonis antar manusia. Inilah yang coba ditunjukkan oleh Sanggar Bhuana Alit dalam pertunjukan wayang di Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus Ganjuran Bantul, Rabu (25/12).

Hampir separo dari penggawanya bukan umat Katolik. Sang dalang Ki Yuli Wiryanto tak mempermasalahkan perbedaan. Justru cara ini merupakan wujud kebhinekaan sesungguhnya. Bagaimana umat yang berbeda agama menyengkuyung hari raya dengan cara yang menyenangkan. Mulai dari anak-anak hingga orangtua larut dalam kebahagiaan bersama.

“Pentas di gereja tidak masalah, justru ini wujud menjaga dan saling menghormati antar umat beragama. Tak hanya saya, adapula pemain gamelan yang muslim bahkan kejawen,” jelasnya ditemui sebelum pementasan, Rabu (25/12).

Pementasan wayang bukan kali pertama bagi Sanggar Bhuana Alit. Tercatat sudah empat kali sanggar seni ini menggelar pementasan di Gereja Ganjuran. Terutama bertepatan dengan momentum perayaan Natal.
Inipula yang menjadikan landasan para penggawa untuk pentas. Bagaimana suasana kekeluargaan sudah terbangun selama ini. Tanpa memandang latar belakang agama yang berbeda. Namun fokus dalam membangun kerukunan antar umat beragama.

“Kalau cerita yang diangkat tentang kehidupan hewan di hutan belantara. Kebetulan penontonnya adalah anak-anak. Bertepatan dengan misa natal untuk anak-anak,” kata pria kelahiran Bantul 25 Juli 1979 ini.

Tak hanya wayang kulit biasa. Pementasan kali ini merupakan kolaborasi tiga jenis wayang yang berbeda. Mulai dari wayang Beber, wayang Fabel dan wayang Wahyu. Wayang fabel menceritakan tentang kehidupan hewan. Sementara wayang Wahyu merupakan interpretasi kehidupan Tuhan Yesus.

“Kalau anak-anak mengutamakan jalan cerita yang lucu. Ambil cerita yang ringan tapi tetap sisipkan nilai-nilai kehidupan. Seperti tidak boleh berantem antar teman dan kisah lainnya” ujarnya.

Pendiri Sanggar Bhuana Alit, Indra Suro Inggeno, 33, menuturkan pementasan berjalan rutin setiap tahunnya. Terhitung pementasan ini sudah kali keempat. Bedanya pementasan sebelumnya hanya mengusung wayang Wahyu.

“Wayang-wayang ini kreasi sendiri, tapi kalau wayang Wahyu memang sudah ada sejak 1960. Ada wayang baru berupa telur Garuda. Ini dibutuhkan saat adegan malaikat menurunkan sebuah telur,” kata pria yang juga pendiri Museum Wayang Beber Sekartaji ini.

Melalui kisah ini, Indra ingin agar anak-anak menyadari pentingnya kelestarian alam. Tidak hanya untuk keberlangsungan kehidupan manusia tapi seluruh mahkluk hidup. Itulah mengapa digambarkan ada adegan pembabatan hutan.

“Merupakan wujud cinta kasih dan peduli terhadap lingkungan. Menghadirkan kebersamaan para binatang yang sedang ditimpa masalah nanti. Sosok Yesus juga hadir untuk membantu binatang-binatang yang terkena masalah,” katanya. (dwi/ila)