RADAR JOGJA – Semua berawal dari tren batik yang terus berkembang pesat. Tidak hanya memakai media kain. Batik juga memanfaatkan kayu dan lain-lain. Sudiman punya mimpin membuat batik dengan media logam.
”Andai saja, saya bisa membuat batik di logam,” ungkap Sudiman sembari dia membayangkan angan-angannya kala itu.
Itulah impian Sudiman, warga Krengseng, Bangunharjo, Kasihan, Bantul. Dia memiliki mimpi bisa membuat batik di logam. Hingga akhirnya dia berhasil membuat pisau batik. Dari itu dia yakin, bahwa karyanya akan melejit dan dikenal banyak orang.
Pria berusia 55 tahun itu menceritakan, kisahnya bermula sejak kecil. Dia mewarisi bakat orang tuanya sebagai perajin pisau. Nah, ketika sudah berkeluarga barulah dia membuka usaha sendiri.
Melihat fenomena tren batik yang berkembang, dia terus berusaha mewujudkan mimpinya. Dia beralasan, menjadi perajin pisau tanpa ada keunikan akan sulit beesaing. Apalagi pisau, kini sudah banyak yang memproduksi secara modern dengan mesin pemotong.
Dari itu, dia mulai mencari cara bagaimana batik tercipta pada logam. Tentunya bukan sekadar dilukis. Tetapi dicampurkan dengan bahan-bahan kimia. ”Berkali-kali eksperimen, berkali-kali pula gagal,” ungkapnya.
Kegagalannya, pewarna batik tidak bisa menyatu dengan logam. Ada pula yang rusak. Pecah-pecah. Hingga pada suatu hari ada yang memberi masukan. Yakni menyatukan unsur-unsur yang kandung dalam besi. Dicoba sesuai rumus, ternyata tak ada yang berhasil sedikitpun.”Akhirnya saya menggunakan perkiraan saja,’’ jelasnya.
Berkat kerja kerasnya dan sikap optimismenya, pada 2010 dia berhasil menemukan resep menggabungkan batik dengan logam. Bukan sekadar tempelan lukisan batik yang mudah terkupas. Tetapi melukis batik dengan kandungan senyawa kimia pada logam. ”Rumusnya masih rahasia. Masih banyak eksperimen lagi,” kata dia kepada Radar Jogja.
Dia hanya menyebut, bahan besi yang biasa dia gunakan. Antara lain, besi baja, stanless, stansil, monel dan campur. Penggabungan senyawa itu dapat menghasilkan batik dengan permukaan bertekstur. Tidak hanya satu permukaan pisau yang terbentuk tetapi keduanya.
Untuk mempercantik pisau buatannya itu, Diman menghias gagang pisau. Menambahkan patung-patung kecil yang berkarakter. Seperti, Punakawan, hewan dan lain-lain. Bahkan dia menambahkan tempat pisau. ”Sehingga tak lagi dinikmati hanya sebatas fungsi tetapi keindahannya. Bisa dibuat pajangan rumah,” katanya.
Atas keberhasilan eksperimennya itu, kini pisau batik semakin populer. Tak hanya menembus pasar lokal. Tetapi mancanegara. Selain di minati ke beberapa negara Asean, bahkan dia sudah menembus ke Perancis.
Pisau batik dia jual dengan harga variatif berdasarkan ukuran, jenis dan dekorasinya atau varian desain. Pisau biasa tanpa batik dia jual mulai Rp 5 ribu. Sedangkan pisau batik dia jual mulai Rp 35 ribu hingga ratusan ribu.
Belum lama ini Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul menyebut pisau batik buatan Diman jadi ikon Bantul. Cenderamata khas Bantul. (cr6/din)