RADAR JOGJA – Stasiun Klimatologi (Staklim) BMKG Jogjakarta memperbarui status peringatan dini di Jogjakarta. Perkembangan terbaru, kondisi cuaca ekstrem berlangsung hingga 12 Januari. Berupa peningkatan intensitas hujan intensitas lebat disertai angin kencang dan petir.
Kepala Staklim BMKG Jogjakarta Reni Kraningtyas menuturkan ada peningkatan jumlah awan hujan di Jogjakarta. Penyebabnya adalah penguapan air laut yang sangat tinggi. Sehingga awan hujan terbentuk secara cepat dan padat.
“Berdasarkan model prediksi aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO) fase basah diprediksikan aktif di sekitar wilayah pulau Jawa. Periodenya lima hari kedepan sejak kemarin (8/1). Ada peningkatan pembentukan awan hujan cukup signifikan,” jelasnya, Kamis (9/1).
Terkait fenomena cuaca ekstrem ada beberapa penyebabnya. Pertama karena berkurangnya pola tekanan rendah di belahan bumi utara dan meningkatnya pola tekanan rendah di wilayah belahan bumi selatan. Ini merupakan indikasi peningkatan aktifitas Monsun Asia.
Faktor kedua adanya peningkatan pola tekanan rendah di sekitar Benua Australia. Hingga terbentuk pola konvergensi atau belokan angin. Imbasnya adalah pertumbuhan awan hujan di bagian selatan ekuator.
“Faktor-faktor ini dapat menyebabkan penambahan massa udara basah di wilayah Indonesia. Sehingga awan terbentuk dengan cepat dan massanya padat, lalu menjadi hujan hingga intensitas lebat,” katanya.
Kondisi ini turut mempengaruhi kondisi kelautan sisi selatan Pulau Jawa. Staklim memprediksi ada peningkatan ketinggian gelombang laut. Fenomena ini hampir merata di perairan selatan dengan ketinggian gelombang laut mencapai 2,5 hingga 3,5 meter.
Reni meminta agar instansi terkait memperhatikan peringatan dini ini. Untuk kawasan laut dengan peningkatan kewaspadaan. Terutama untuk kunjungan wisata pantai hingga aktivitas melaut.
“Nelayan harap jangan memaksakan diri melaut jika kondisi ombak tinggi. Lalu wisatawan harus mematuhi himbauan dari petugas keamanan kawasan pantai,” ujarnya.
Staklim turut menyertakan data pemetaan wilayah curah hujan tinggi. Potensi bahaya primer hujan lebat disertai angin kencang dan petir. Bahaya sekunder berupa bencana hidrometeorologis seperti banjir, banjir bandang dan tanah longsor.
Wilayah-wilayah tersebut diantaranya Kabupaten Kulonprogo meliputi kecamatan Girimulyo, Nanggulan, Samigaluh, Kalibawang, Galur, Lendah, Panjatan, Kokap, Wates dan Kecamatan Temon. Kabupaten Sleman meliputi Turi, Pakem, Cangkringan, Tempel, Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Minggir, Seyegan, Moyudan, Godean, Mlati dan Gamping.
Wilayah Kabupaten Bantul meliputi Kecamatan Sedayu, Kasihan, Sewon, Pajangan, Bantul, Pleret, Pandak, Srandakan, Sanden, Bambanglipuro, Jetis, Banguntapan, Piyungan dan Kecamatan Dlingo. Untuk Gunungkidul meliputi Kecamata Patuk, Playen dan Kecamatan Gedangsari.
“Untuk update terbaru akan kami informasikan secara berkala. Mengingat kondisi cuaca ekstrem seperti ini cenderung dinamis dan berubah-ubah,” ujarnya. (dwi/tif)