RADAR JOGA – Berawal dari kegelisahan saat mengerjakan riset skripsi. Masih sedikitnya studi mengenai perempuan dalam dunia pariwisata Indonesia, mendorong Anindwitya Rizqi Monica, 23, melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar skripsi. Lahirlah sebuah digital platform yang mewadahi aspirasi dan apresiasi para perempuan yang bekerja di bidang pariwisata, Women in Tourism Indonesia (WTID) pada September 2019 yang lalu.

“Riset tentang perempuan dan pariwisata di Indonesia sedikit, di negara lain bahkan ada Women in Tourism-nya seperti Skotlandia, Australia. Tapi kok di Indonesia belum ada padahal secara presentase perempuan terlibat banyak,” jelas Monic, sapaannya.

Lulusan Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mendirikan WTID bersama teman satu jurusannya, Laras Candra Laksi. WTID bergerak melalui media sosial Facebook dan Instagram dengan membagikan awareness ke masyarakat tentang peran perempuan dalam dunia pariwisata di Indonesia. Baik itu pariwisata berbasis masyarakat maupun industrial. Termasuk mengulas profil perempuan yang berkiprah di dunia pariwisata.

“Misi besarnya, kami ingin turun ke lapangan untuk edukasi dan pemberdayaan, women empowering women,” ujarnya.

Monic mencontohkan peran perempuan di Desa Wisata yang sudah berkembang. Kebanyakan mereka bekerja di bidang domestik. Seperti penyedia kuliner atau hospitality penginapan. Dia menuturkan pengalamannya saat melakukan observasi di sebuah Desa Wisata di Sleman. Menemukan kendala perempuan yang berperan di sana salah satunya kesulitan mengemas pemasaran produk kuliner olahan.

“Misalnya juga di homestay, ini kan krusial, harus kontak dengan wisatawan, bagaimana service excellent itu masih banyak yang belum tahu. Sedangkan ada standar nasionalnya dari Kementerian Pariwisata, ini yang harus dibagi sampai ke mereka,” tambahnya.

Pihaknya ingin berkolaborasi dengan organisasi atau lembaga terkait baik swasta maupun instansi pemerintah untuk pemberdayaan. Misalnya pelatihan UMKM maupun sharing keilmuan.

“Kami tidak bisa bekerja sendiri, kami ingin menggandeng organisasi lain baik dari media sampai instansi pemerintah yang bisa membantu untuk edukasi itu,” kata Monic.

Selain melakukan campaign melalui media sosial, mereka juga melakukan sosialisasi secara langsung melalui talk show atau menggelar booth dalam berbagai event.

“Kalau selama ini yang dipikir wisata itu cuma senang-senang, jadi tahu kalau dibalik itu banyak perempuan yang berkiprah,” katanya.

Memasuki tahun 2020 ini, rencananya WTID akan melakukan pilot project lapangan di desa atau kampung wisata di Jogjakarta.

“Saya pernah diajarkan bahwa pariwisata di desa yang bagus itu pariwisata yang tidak membuat meninggalkan mata pencaharian asli mereka, pariwisata hanya sebagai impact, dan pariwisata nggak bisa dijagake, karena sifatanya yang seasonal dan intangible,” tandasnya.

Saat ini WITD dikelola lima orang perempuan muda, selain Monic dan Laras yakni Hanin Banurukmi, Cynthia Ratna, Afifah Ulfa, serta satu orang advicer Artin Wuryani. (tif)