RADAR JOGJA – Musim penghujan baru awal, tapi data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul sudah ada 210 kejadian. Itu baru hingga pertengahan Januari ini saja.
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bantul Dwi Daryanto menuturkan, rata -rata kejadian didominasi pada pohon tumbang. Sebagian lainnya adalah bencana longsor. Dampaknya, kkerugian dari banyaknya tersebut ditaksir bisa mencapai Rp.50 juta. Dengan dampak yang diderita adalah kerusakan rumah dan tanggul yang jebol. “Hingga saat ini belum ada catatan korban jiwa, kerugiannya pun juga masih sedikit. Evakuasi warga pun juga belum kami lakukan,” ujarnya, Minggu (12/1).
Meskipun hingga saat ini belum ada dampak serius atas adanya cuaca buruk, Dwi mengimbau agar masyarakat tetap waspada. Pasalnya, dari perkiraan cuaca ekstrim di Bantul masih akan terus mengancam hingga beberapa bulan ke depan. “Tak ada salahnya meningkatkan kewaspadaan,” pintanya.
Dwi menyatakan rawannya wilayah Bantul juga dipengaruhi letak geografis Bumi Projotamansari. Pada musim hujan tahun ini, BPBD menetapkan ada 15 desa yang masuk wilayah rawan, dengan penduduk berjumlah 2.235 kepala keluarga. “Tentunya ini jelas harus menjadi perhatian masyarakat.,” katanya.
Sebagai upaya meminimalisir dampak kejadian bencana. Dwi mengaku sudah membentuk sebanyak 20 pos pantau selama musim hujan ini. Pos pantau tersebut sudah tersebar di berbagai wilayah yang ada di Bantul. Didirikan pada wilayah yang berpotensi terjadi banjir dan longsor. “Zona Longsor ada di beberapa daerah seperti kecamatan Piyungan, Dlingo, Pleret, Pundong, Pajangan dan sebagian di Pandak. Kami dirikan pos pantau di titik-titik itu,” katanya.
Salah satu antisipasi dengan memaksimalkan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) di Kabupaten Bantul. Hal itu sebagai upaya antisipatif serta penanganan dampak kejadian yang mungkin terjadi. Dwi menyebut, ada 29 organisasi relawan yang bergabung di dalam FPRB ini. “Seluruh anggota terdiri dari berbagai komponen masyarakat yang tersebar di seluruh desa se-Kabupaten Bantul,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua FPRB Bantul Waljito menyatakan pada musim hujan ini seluruh anggotanya sudah dalam status siaga darurat. Diakuinya, alat penanganan dampak bencana maupun personil dari FPRB juga sudah disiapkan. “Alat yang kami miliki juga sangat memadai. Jadi kami siap menghadapi kemungkinan bencana di tahun ini,” katanya.
Untuk pengurangan resiko bencana telah dilakukan pencegahan dengan program go green. Penanaman pohon dan pemulihan ekosistem. Kemudian, pada saat bencana dilakukan pendirian posko siap siaga jika terjadi bencana. Persiapan alat, kompetensi karyawan, evakuasi dan sebagainya. “Nah, ketika pasca, kami melakukan relokasi dan recovery terkait dengan bencana,” ungkapnya. (inu/mel/pra)