RADAR JOGJA – Kasus suap proyek rehabilitasi saluran air hujan (SAH) Jalan Soepomo pada Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Kota Jogja yang menyeret dua jaksa, memasuki babak akhir persidangan. Gabriella Yuan Anna Kusuma, direktur utama PT Manra Arta Rama Mandiri yang membawa PT Widoro Kandang pada kasus suap ini, divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jogja Kamis (16/1), Ketua Majelis Hakim Suryo Hendratmoko menyatakan Gabirella terbukti secara sah dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus suap ini. Hal ini sebagaimana tertuang dalam dakwaan aternatif ke satu.
“Terdakwa Gabriella Yuan Anna Kusuma terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata Suryo. Terdakwa terbukti beralah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur pada Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan enam bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantrasan Korupsi (JPU KPK) sebelumnya yakni selama dua tahun penjara dan denda Rp 150 juta. “Dengan ketentuan jika denda tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama tiga bulan,” jelas Suryo sambil mengetuk palu.
Majelis hakim juga menjelaskan, selama persidangan berlangsung tidak menemukan hal-hal yang dapat melepaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana. Baik sebagai alasan pembenar atau pemaaf yang dapat melepaskan atau membebaskan terdakwa dari tuntutan hukum.
Oleh karena itu, majelis hakim menyimpulkan terdakwa dinyatakan bersalah. Ini karena unsur memberi atau menjanjikan sesuatu telah terpenuhi pada perbuatan terdakwa. “Perbuatan yang dilakukan terdakwa ini harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya,” ujarnya.
Menurut hakim, Gabriella terbukti menyuap saksi Eka Safitra (ES) selaku jaksa fungsional sekaligus anggota tim TP4D Kejari Jogja dan saksi Satriawan Sulaksono (SS) yang merupakan jaksa fungsional di Kejari Surakarta. Total dana yang diberikan kepada saksi ES dalam tiga tahap untuk memenangkan perusahaannya (PT Widoro Kandang) sebesar Rp 221.740.000.
Dalam hal ini, lanjut hakim, terwujud adanya kesatuan putusan kehendak dengan sengaja dan sadar. “Yaitu pemberian sesuatu yang berasalkan dari kehendak yang dilarang berupa penyuapan dan perbuatan yang sama dan sejenis dalam bentuk pemberian sejumlah uang,” jelas majelis hakim dalam pertimnbangan hukumnya.
Menanggapi vonis ini, penasihat hukum terdakwa Widhi Wicaksono mengaku masih akan pikir-pikir dulu. Pihaknya akan melakukan konsultasi dengan keluarga dan terdakwa Gabriella dalam waktu tujuh hari ke depan, agar langkah hukum yang dilakukan terbaik bagi terdakwa. “Tadi sudah kami nyatakan pikir-pikir dulu, apakah menerima atau menolak hasil putusan ini,” kata Widhi.
Widhi menyebut seharusnya terdakwa mendapatkan keringanan hukuman karena selama persidangan dapat kooperatif memberikan informasi terkait perkara. Terdakwa juga bersikap sopan dan rugi hingga Rp 1,5 miliar dalam mengerjakan proyek. “Bukannya untung, tapi malah buntung. Itu juga salah satu poin kami, terdakwa dalam posisi serba sulit,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan JPU KPK Wawan Yunarwanto bahwa pihaknya juga menyatakan pikir-pikir dengan vonis terhadap terdakwa Gabriella. Dengan pertimbangan harus melaporkan kepada pimpinan KPK terkait putusan itu. “Apakah akan menerima atau mengajukan payung hukum. Nanti yang menentukan pimpinan KPK. Kami menyatakan dulu pikir-pikir dalam waktu tujuh hari,” katanya.
Kendati demikian, menurut JPU KPK, beberapa pertimbangan yang disampaikan majelis hakim sebagian besar sependapat dengan pihaknya. Bahwa dalam poin pemberian kepada saksi ES adalah memenuhi unsur pemberian kepada penyelenggara negara terkait TP4D dan pengamanan serta pendampingan proyek. “Dari pertimbangan ini tadi tidak ada pelaku baru. Ini hanya perkara yang melibatkan terdakwa Gabriella,” tambahnya. (wia/laz)