RADAR JOGJA – Restorasi lokomotif uap produksi Hanomag Hannover, Linden Jerman 1921 tidaklah mudah. Masalah utama adalah tidak adanya suku cadang yang beredar. Alhasil tim restorasi dari PT. Daop 6 Jogjakarta harus bertindak kreatif.
Koordinator tim restorasi Suharyanto mengakui kerumitan itu. Pria berusia 71 tahun ini harus berjuang keras bersama timnya. Terutama untuk membuat beragam suku cadang yang pas terpasang di lokomotif uap.
“Kesulitan terbesar ya di suku cadangnya karena benar-benar tidak ada. Akhirnya trial and error. Semua suku cadang baru tapi buat sendiri lalu dicoba hingga bisa berfungsi,” jelasnya ditemui di Stasiun Lempuyangan, Kamis (6/2).
Suharyanto tak menampik kemungkinan munculnya gangguan. Terlebih usia dari lokomotif uap ini mencapai satu abad. Sehingga kinerja sudah tak seoptimal saat masih muda dulu. Dia mencontohkan persiapan perjalanan perdana pasca restorasi. Mesin uap lokomotif sudah dinyalakan satu hari sebelumnya. Tujuannya mengecek dan memastikan mesin uap berfungsi optimal.
“Ada gangguan masih mungkin karena kereta tua, dan tidak bisa asal tarik. Ini saja dinyalakan sejak jam 8 pagi kemarin (5/2). Awak kabin ada empat, dua masinis, dua juru api,” ujarnya.
Restorasi loko tua diawali sejak 18 April 2019 dan berakhir 5 Februari 2020. Loko membutuhkan setidaknya 20 meter kubik kayu untuk sampai ke Stasiun Purwosari. Kayu yang digunakan jenis khusus, jati rimba.
Loko tua ini membutuhkan waktu setidaknya tiga jam perjalanan. Setidaknya estimasi waktu tiba di stasiun Purwosari kisaran pukul 12.21. Titik pemberhentian di Stasiun Klaten, Gawok dan Delangu.
Loko uap tak berangkat sendiri. Turut ikut pula track motor car (TMC) di sisi belakang. Tugasnya untuk membantu pergerakan loko. Selain itu juga sebagai tonggak komunikasi dengan pemandu stasiun.
“Awalnya ingin ditarik saja tapi akhirnya diputuskan untuk dijalankan saja. Kayu bawa 10 kubik saja, karena isi ulang di Stasiun Klaten. Dengan tekanan uap 124 psi, kecepatan maksimal cuma berani 30 kilometer/jam,” katanya. (dwi/tif)