RADAR JOGJA – Sosok Iwan Setiawan baru saja ketiban pulung. Perajin batik Tamansari ini mendapat pesanan khusus dari Raja Belanda Willem-Alexander. Corak batik miliknya mampu mencuri perhatian suami dari Ratu Máxima Zorreguieta Cerruti ini.

Pria yang akrab disapa Lok Iwon ini tak menyangka. Awalnya memang ada kunjungan perwakilan Belanda ke Kampung Cyber Tamansari Kota Jogja. Kala itu dia sedang memberikan materi batik kepada wisatawan yang mampir.

“Waktu itu fokusnya cuma kunjungan kampung cyber dan melihat kegiatan batik hanya sekilas saja. Setelah kepulangan tak berpikir ada kunjungan lanjutan. Selang beberapa hari ternyata ada kunjungan lagi dari perwakilan Kedutaan Besar Belanda di Indonesia,” jelasnya, ditemui di kediamannya Taman KT I/433 RT.36/RW.09 Patehan Kraton, Jogja, Rabu (19/2).

Kala itu sosok Ketua Bidang Politik Keamanan Kedubes Belanda Prof Roel Van Der Veen yang langsung berkunjung untuk melihat langsung produk-produk batik. Pria asli Tamansari ini langsung mengenalkan beragam corak batik khas miliknya.

Tak hanya melihat-lihat, beberapa produk juga diabadikan dalam foto. Citra gambar inilah yang kemudian dikirimkan kepada sang raja. Tanpa menunggu lama Raja Willem-Alexander langsung menjatuhkan pilihan.

“Untuk motif sebenarnya tidak ada pilihan corak khusus. Kata profesor (Roel Van Der Veen), Raja mempercayakan langsung apapun coraknya dan dia mengaku senang dengan motif khas batik milik saya,” katanya.

Di sinilah Iwan mengaku tertantang dalam berkarya. Pria yang menjabat Ketua Paguyuban Batik Tamansari ini harus memutar otak. Tak hanya tentang corak motif tapi juga ukuran baju. Maklum saja, Lek Iwon baru pertama kali ini mendapat pesanan dari seorang bule.

“Jadi sebenarnya saat kunjungan lanjutan, Prof Roel Van Der Veen ingin langsung beli buat oleh-oleh. Tapi waktu itu ukurannya kurang gede. Sehingga pesan untuk dibikinkan dua. Satu untuk sang profesor dans satu lagi buat Raja,” ujar pria berusia 47 tahun ini.

Januari menjadi titik awal Lok Iwon membuat pesanan. Setidaknya butuh dua bulan untuk merampungkan pesanan tersebut. Hebatnya Iwan mampu merampungkan jauh lebih cepat. Terbukti pesanan khusus ini selesai dalam kurun waktu sepuluh hari.

Berkali-kali galeri Lek Iwon mendapatkan kunjungan. Medio Januari juga sempat mendapat kunjungan dari Duta Besar Belanda untuk Indonesia Lambert Grijns. Kunjungan ini sekaligus untuk memastikan agenda kedatangan Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima ke Jogjakarta.

Untuk menuju galeri Lek Iwon sendiri tidaklah sulit. Cukup memarkirkan kendaraan di kawasan bekas Pasar Ngasem. Selanjutnya berjalan menyusuri sisi barat Sumur Gemuling Tamansari. Galeri berada di gang sisi selatan dari bangunan khas milik Kraton Jogjakarta ini.

“Nah hari ini (19/2) baru saja Prof. Roel Van Der Veen berkunjung ke sini. Baru saja pulang sebelum masnya sampai. Tadi beliau mencoba baju batik yang sudah jadi. Senang sekali karena ukurannya sangat pas, XL. Sementara baju batik raja ukurannya XXL,” katanya.

Kedatangan Roel Van Der Veen tak sekadar mencoba baju batik. Pria ini juga memberitahukan agenda sang raja. Nantinya Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima berkunjung 11 Maret. Dalam kesempatan inipula Iwan akan menyerahkan batik pesanan sang raja.

Pria kelahiran Tamansari 11 Desember 1972 juga mengikuti sejumlah seremonial. Seperti proses nyanting yang disaksikan langsung Raja Willem-Alexander. Iwan juga diminta mengenalkan ragam jenis batik khas Tamansari.

“Tadi waktu kedatangan Prof. Roel Van Der Veen sekaligus gladi resik. Besok (11/3), saya diminta untuk menyerahkan langsung baju batik pesanan ke raja,” kisahnya.

Bicara tentang motif, karya-karya miliknya berkiblat pada gaya klasik kontemporer. Terlihat dari goresan canting kesetiap kain. Pada dasarnya Iwan tetap mempertahankan ragam motif klasik. Hanya saja ada kombinasi motif dan warna kekinian.

Inipula yang tercermin dalam baju batik pesanan sang raja. Beragam motif batik klasik dia usung dalam pakaian tersebut. Mulai dari corak Kawung, Parang Rusak hingga Truntum. Seluruhnya terkombinasi apik dalam goresan-goresan ekspresionis.

Untuk pewarna, Iwan menggunakan indigosol dari Jerman. Pemilihan bahan baku ini memiliki alasan tersendiri. Selain kuatnya warna juga keawetan warna. Bahkan warna dari batik akan lebih mentereng saat terpapar sinar matahari.

“Klasiknya tetap saya pertahankan sebagai ciri khas utama. Kalau gaya kontemporernya dari gerakan ekspresif. Liukan canting lalu pakai kuas sampai centong dalam menorehkan lilin malam di permukaan kain,” kata pembatik yang pernah menggarap pesanan Garin Nugroho dan Basuki Tjahja Purnama ini.

Proses pembuatan batik sang raja terbilang singkat. Untuk satu baju dia selesaikan dalam lima hari. Proses ini mulai dari penggoresan motif, tahapan lilin malam, pewarnaan hingga menjadi baju. Satu hari pengerjaan membutuhkan waktu lima hingga enam jam.

Tak ada ritual khusus dalam merampungkan pesanan ini. Iwan mengaku hanya membutuhkan fokus lebih. Ini karena pemesannya adalah orang yang sangat khusus. Bahkan saat ditanya harga, Iwan awalnya tak ingin pasang tarif.
Baginya batik pesanan sang raja adalah momentum yang indah. Itulah mengapa dia awalnya tak terpikir untuk mencantumkan tarif. Jangka panjang, Iwan menganggap batik pesanan sang raja adalah wujud promosi. Tak hanya bagi Batik Tamansari, tapi juga Batik khas Jogjakarta dan motif nusantara.

“Itu saya sampai tidak membalas pertanyaan dari Prof Roel Van Der Veen selama dua minggu. Awalnya malah sempat berpikir diberikan saja sebagai kenang-kenangan. Karena menurut saya dampak promosi untuk batik sudah luar biasa. Apalagi ini yang pesan seorang Raja Belanda,” ceritanya.

Pria bertubuh kurus ini tinggal menunggu waktu kehadiran sang Raja dan Ratu Kerajaan Belanda. Beragam oleh-oleh khusus telah dia siapkan. Seperti beberapa lembar syal bermotifkan batik. Kain ini nantinya diberikan kepada putri sang Raja dan Ratu.

“Iya sudah siapkan syal batik. Katanya ketiga anak Raja dan Ratu itu suka pakai syal. Pastinya tidak sabar menunggu 11 Maret,” katanya. (dwi)