RADAR JOGJA – Lonjakan kepulangan perantau menjadi perhatian tersendiri bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIJ. Sejumlah langkah antisipasi telah ditempuh. Mulai dari pendataan di alamat tujuan hingga pemeriksaan kesehatan di terminal, bandara dan stasiun kereta api.
Wakil Sekretariat Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Pemprov DIJ Biwara Yuswantana mengakui lonjakan perantau mulai terlihat. Pihaknya telah melakukan rapat lintas instansi. Hasilnya adalah wacana operasi khusus terhadap kendaraan khususnya moda transportasi para perantau.
“Pertama, bus yang yang masuk Jogjakarta wajib masuk terminal. Ini akan ditindaklanjuti dengan surat ke organda dan Ditjen Perhubungan Darat. Pelaksanaan kebijakan ini didukung oleh TNI dan Polri,” jelasnya ditemui di Kantor BPBD Jogjakarta, Sabtu (28/3).
Kebijakan ini bertujuan melakukan penyisiran kepada perantau yang datang. Mulai dari kondisi kesehatan hingga tujuan perantau. Prosedur ini sebagau wujud preventif apabila ada temuan kasus. Sehingga memudahkan tracing oleh pihak medis.
Pihaknya juga melakukan penyemprotan disinfektan. Tak hanya lokasi terminal tapi juga kepada penumpang yang turun. Harapannya mampu meminimalisir penyebaran Covid-19. Terlebih tubuh dan barang bawaan penumpang rentan menjadi carrier bagi Covid-19.
Ada pula rencana pembatasan jam operasional bus. Wacana awal seluruh bus antar kota antar provinsi maksimal masuk terminal pukul 18.00 setiap harinya. Kebijakan ini tengah disusun bersama instansi berwenang.
“Saat ini terfokus di empat terminal, Terminal Jombor, Wonosari, Giwangan dan Terminal Wates. Tim ini akan berjaga pada jam kedatangan bus. Untuk yang dini hari siaga dari jam 01.00 sampai jam 06.00,” katanya.
Disinggung adanya gerakan lock down, Biwara tak melarang. Diketahui bahwa saat ini ada gerakan lock down massal di sejumlah padukuhan. Tujuannya untuk membatasi ruang gerak penyebaran Covid-19.
Hanya saja Biwara meminta agar gerakan ini tetap bijak. Artinya tidak melarang sepenuhnya warga perantau untuk masuk. Di satu sisi bagi perantau ada skema wajib. Berupa pemeriksaan kesehatan dan pendataan.
“Saya kira kearifan lokal, modal sosial yang mempunyai inisiatif untuk melakukan upaya-upaya melindungi warganya dari penularan Covid-19 ini. Tapi untuk pendatang memang wajib didata oleh RT dan RW setempat,” ujarnya.
Prinsip penerapan kebijakan sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat. Setiap perantau, lanjutnya, wajib melakukan isolasi secara mandiri selama 14 hari. Apabila selama masa isolasi sakit, diwajibkan periksa ke fasilitas kesehatan.
“Sesuai arahan pak Gubernur (Hamengku Buwono X) ada klasifikasi ODP. Jadi perantau yang datang otomatis seperti itu. Ini wujud antisipasi, terutama bagi yang datang dari daerah terpapar,” katanya. (dwi/tif)