RADAR JOGJA – Menindaklanjuti surat edaran Gubernur DIJ tentang penyesuaian sistem kerja pegawai dalam status tanggap darurat bencana covid-19. Wali Kota Jogja mengeluarkan surat edaran untuk penyesuaian tersebut sejak Kamis (26/3).
Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti (HS) mengatakan, kepala organisasi perangkat daerah (OPD) agar mengatur keterwakilan pegawai yang bertugas pada OPD/Unit kerja. “Ada beberapa ketentuan untuk mengaturnya,” kata HS, Jumat (27/3).
HS menjelaskan, beberapa ketentuan tersebut di antaranya ada dua metode pertama bekerja dari rumah berbasis harian. Pegawai bekerja dari rumah secara bergantian setiap satu hari sekali dengan komposisi sebanyak-banyaknya 50 persen dari jumlah pegawai. Metode kedua bekerja dari rumah berbasis jam. Pegawai masuk kantor setiap hari namun dilakukan pembagian jam bekerja di kantor dan jam bekerja dari rumah.
“Pembagian jam bekerja ini diatur oleh oleh Kepala OPD atau unit kerja masing-masing. Dan untuk pengaturan bekerja disesuaikan dengan karakter masing-masing OPD,” ujarnya.
Adapun sistem bekerja dari rumah tersebut juga berlaku untuk guru dan tenaga kependidikan yang ada di sekolah selama siswa melaksanakan pembelajaran dari rumah.
Selain itu, Kepala OPD/Unit kerja harus memastikan terdapat minimal dua level pejabat struktural tertinggi untuk tetap melaksanakan tugasnya di kantor sesuai ketentuan jam kerja. Dan mengatur pembagian kehadiran pegawai masing-masing dengan mempertimbangkan keterwakilan pejabat struktural yang ada, pegawai yang menggunakan transportasi umum, maupun pegawai dengan jarak tempuh kantor dari tempat tinggal atau domisili lebih dari 20 kilometer.
“Tapi untuk lurah, kepala unit pelaksana teknis daerah, koordinator unit pengelola sekolah dan kepala sekolah wajib melaksanakan tugas di kantor sesuai ketentuan jam kerja,” jelasnya.
Sedang, untuk pegawai dengan status OPD, PDP, dan positif terjangkit covid-19 bisa diberikan cuti dengan dibuktikan surat keterangan dari pihak yang berwenang. “Pegawai yang bekerja dari rumah apabila karena kepentingan dinas maka yang bersangkutan wajib hadir di kantor,” tambahnya.
HS menambahkan adapun pengaturan sistem kerja ini agar tetap memperhatikan dan tidak mengganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan fungi OPD/Unit kerja. Termasuk kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan persuratan, keamanan, kebersihan, dan atau sesuai kebutuhan masing-masing OPD/Unit kerja.
“Dengan diberlakukannya sistem kerja tersebut tidak mengurangi hak penerimaan TPP pegawai,” ungkapnya yang menyebut pengaturan sistem kerja bagi BUMD diserahkan sepenuhnya kepada direktur masing-masing.
Anggota Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Jogja Baharuddin Kamba mengatakan, dengan sistem kerja 50:50 itu tidak lantas membuat pegawai menjadi malas dalam melayani masyarakat. Salah satu contoh pegawai yang mendapatkan giliran bekerja di rumah, justru tidak melakukan apa yang harus dikerjakan sehingga menghambat pelayanan, misalnya dalam hal persuratan.
“Atau alasan lainnya pegawai tidak difasilitasi dalam melakukan pekerjaan di rumah, misalnya laptop dan jaringan internet,” katanya.
Menurutnya, hal ini perlu ada pengawasan dari inspektorat Kota Jogja terhadap kebijakan pengaturan sistem kerja bagi pegawai agar implementasi kebijakan tersebut dapat berjalan lancar. (wia/ila )