RADAR JOGJA – Social distancing menjadi salah satu upaya yang diterapkan untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 di Indonesia sejak dua minggu terakhir. Kendati demikian, koordinator tim respons COVID-19 UGM, dr Riris Andono Ahmad menilai, karantina wilayah perlu diterapkan di daerah yang telah ditetapkan sebagai zona merah.
“Moderate social distancing saat ini masih penting untuk dilakukan di banyak tempat di Indonesia, kecuali yang sudah zona merah. Di wilayah tersebut, karantina wilayah bisa dicoba untuk dilakukan,” ucapnya.
Dia menyebutkan, ada dua jenis social distancing, yakni moderate social distancing dan maximum social distancing. Moderate social distancing berupa penutupan sejumlah fasilitas umum dan melakukan aktivitas di rumah. Sedangkan maximum social distancing atau karantina wilayah, hanya mobilitas logistik yang diperbolehkan.
“Ini penting, karena fokus kita adalah mencoba menurunkan puncak outbreak atau flattening the curve,” tegasnya.
Dalam jumpa pers yang berlangsung secara daring, Riris memaparkan beberapa skenario penyebaran Covid-19 beserta beragam skenario intervensi. Tanpa adanya intervensi, durasi outbreak di suatu wilayah pandemi diperkirakan mencapai 32 hari, dengan puncaknya terjadi pada hari ke-14.
Jika moderate social distancing diterapkan sejak awal, lanjutnya, mampu menurunkan kurva secara signifikan. Dengan asumsi kapasitas deteksi sebesar 5 persen, skenario yang dia tampilkan menunjukkan bahwa reduksi kasus bisa mencapai 70 persen. Meski dengan durasi outbreak yang lebih lama dan puncak outbreak baru terjadi pada hari ke-16.
“Kami mencoba memodelkan, kalau ada intervensi yang paling memungkinkan adalah social distancing. Di Indonesia sendiri, sejak kemunculan kasus pertama hingga muncul kebijakan social distancing ada delay sekitar dua minggu,” paparnya.
Menurutnya, keterlambatan penerapan social distance memang bisa mereduksi kasus, namun jumlahnya relatif kecil yaitu sekitar 18 persen, dengan durasi outbreak selama 50 hari.
Di samping merekomendasikan penerapan kebijakan maksimum social distancing atau karantina wilayah di daerah zona merah, pihaknya menyarankan pemerintah juga perlu meningkatkan kapasitas skrining dan diagnosis. Minimal 10 kali lebih besar dari yang tersedia saat ini, serta meningkatkan kapasitas layanan kesehatan. Meliputi pembangunan fasilitas isolasi atau karantina non rumah sakit untuk memisahkan pasien yang tidak membutuhkan perawatan. Dengan penerapan karantina wilayah dan kapasitas deteksi sebesar 50 persen, reduksi kasus bisa mencapai 77 persen dengan durasi outbreak selama 22 hari.
“Sebagian kasus tidak perlu layanan di rumah sakit, tapi harus diisolasi agar tidak menularkan. Perlu ada tempat karantina untuk memisahkan mereka dari masyarakat umum,” ungkapnya.
Selain itu, diperlukan juga peningkatan kapasitas rumah sakit untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pasien yang memerlukan perawatan intensif, dan memastikan kecukupan alat pelindung diri bagi tenaga medis.
“Ini yang paling urgen, terlebih saat ini banyak isu terkait keterbatasan APD bagi para petugas medis,” tegasnya. (sky/tif)