Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sleman Kunto Riyadi menjelaskan Sleman terbuka dalam bidang pembangunan. Salah satunya adalah pembangunan properti yang dilakukan oleh para investor.

Hanya saja, tegasnya, aturan baku terkait pembangunan properti tetap dipertahankan. Langkah ini sebagai wujud kontrol.

Dirinya menjelaskan, prospek usaha properti di Sleman tergolong besar. Hal tersebut berlaku untuk perumahan rakyat hingga perumahan elite.

Aturan baku yang diterapkan oleh Pemkab Sleman berdasarkan pemetaan oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispetaru) Sleman. “Kalau masuk zona kuning dan pemukiman, mangga saja dibangun perumahan. Tapi kalau zona hijau, tentu dilarang. Terbuka asal sesuai dan patuh dengan aturan bakunya,” jelasnya Selasa (9/1).

Kunto menyebutkan, secara garis besar pembangunan perumahan kelas reguler juga fokus. Dia menyatakan, pembangunan ideal perumahan ini terbagi dalam dua sistem. Pertama pembangunan sekitar Kota Jogja. Kedua, berada di ibu kota kecamatan.

Menurutnya, kebijakan yang diterapkan ini merupakan upaya sebagai wujud pengendalian alih fungsi lahan. Pertimbangannya adalah kawasan pinggiran masih menjadi zona hijau. Strategi pembatasan bertujuan menjaga kawasan hortikultura.

Di mana, lanjutnya, peran menjaga kebutuhan stok pangan tergolong tinggi. “Kalau sekarang memang sudah mulai dikendalikan agar alih fungsi lahan tidak asal. Di luar itu juga ada moratorium yang membatasi hotel dan apartemen. Patuhi saja rencana detail tata ruang (RDTR) yang disusun,” ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Pemkab Sleman tidak membatasi investasi. Terbukti perorangan bisa turut mengajukan perizinan jika dalam skala kecil. Hanya saja, jumlah ini tidak sebanyak badan usaha bidang perumahan.

Mengenai harga tanah, Kunto tidak bisa memastikan. Ini karena setiap wilayah memiliki perbedaan.

Salah satu pertimbangannya adalah tingkat investasi. Hanya saja, diakui olehnya, kawasan Kecamatan Depok, Kecamatan Kalasan, Kecamatan Mlati, dan Kecamatan Ngaglik masih mendominasi harga tanah. Harga tanah di kecamatan-kecamatan tersebut relatif lebih tinggi dibanding kecamatan lainnya.

“Biasanya yang dekat dengan fasilitas umum seperti sarana pendidikan yang terbilang mahal. Pertimbangan lain nilai ekonomi, jika strategis untuk membuka bisnis tergolong tinggi,” katanya.

SekretarisDinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (DPMPPT)Sleman Triyana Wahyuningsih mengungkapkan, pihaknya telah menerbitkan ribuan izin. Beberapa izin di antaranya termasuk untuk pembangunan properti. Hanya saja, detail perizinan belum diklasifikasikan.

Secara garis besar, dirinya memberikan gambaran surat izin usaha perdagangan (SIUP). Di mana, pengembang properti wajib melengkapi perizinan ini. Setidaknya angka kasar terdapat 861 perizinan yang diterbitkan terkait SIUP.

“Itu terbagi dalam skala mikro, kecil, menengah, dan besar. Dari 861 perizinan yang diterbitkan, beberapa di antaranya juga ada dari developer property. Catatan ini hingga Desember 2017,” jelas pejabat yang akrab disapa Nana tersebut. (dwi/amd/sam/mg1)