JOGJA – Pasar Pakuncen Kota Jogja terus bermetamorfosis. Semula untuk menampung pedagang barang-barang bekas (klitikan) yang sebelumnya menjajakan dagangan di pinggir Jalan Mangkubumi (sekarang Jalan Margoutomo, Red), Jalan Asem Gede, dan Alun-Alun Selatan Jogja. Kini pasar yang terletak di Jalan HOS Cokroaminoto, Wirobrajan, itu berkembang sebagai tempat jualan pakaian. Bahkan, ada grosir fesyen di pasar tersebut. Belakangan, Pasar Pakuncen dirintis menjadi pusat jual beli kendaraan baru dan bekas lewat ajang Bursa Motor Jogja (BMJ) yang digelar tiap Sabtu-Minggu sejak (20/1). BMJ digelar mulai pukul 11.00 hingga 21.00.
Kondisi itu makin menjauhkan status Pasar Pakuncen dari khitahnya sebagai pusat klitikan Jogja.
Gara-garanya pengunjung pasar yang terus berkurang. Hal ini pula yang mendorong Komunitas Pedagang Pasar Klitikan (Kompak) usul kepada Pemkot Jogja untuk BMJ.
Sekretaris Kompak Joko Kristianto mengatakan, di awal berdirinya Pasar Pakuncen dikunjungi sedikitnya tiga ribu orang per hari. Bahkan, saat musim liburan bisa mencapai lima ribu orang. Saat ini jumlah pengunjung turun drastis. Per hari hanya berkisar 1.000-1.500 orang.
“Omzet pedagang menurun terus. Paling terasa sejak setahun terakhir ini,” ungkap Anto, sapaanya.
Ani, salah seorang pedagang onderdil otomotif, mengamininya. Pengunjung yang mencari spare part motor bekas tak sebanyak dulu. “Yang datang ada saja, tapi yang beli sepi,” keluhnya.
Di tempat lain, keluhan soal penurunan omzet juga disampaikan pedagang Pasar Demangan. Di sini bukan karena jumlah pengunjung yang merosot, tapi akibat banyak pedagang di luar pasar. Selain berdampak kecemburuan antarpedagang, keberadaan mereka menyebabkan kemacetan jalan di depan pasar. “Ada puluhan pedagang di luar pasar. Kami minta supaya mereka ditata,” ucap Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Demangan Sami Rukun Umi Suharto.
Kecemburuan antarpedagang terjadi lantaran barang yang dijajakan di luar pasar serupa dengan milik pedagang di dalam. Pedagang di luar pasar biasanya mulai berjualan sejak pukul 09.00. “Pembeli otomatis lebih memilih beli di luar pasar, tidak perlu masuk ke dalam,” bebernya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jogja Maryustion Tonang menilai BMJ sebagai ide positif untuk meningkatkan gairah Pasar Pakuncen. “Selama tidak melanggar, ya, tidak masalah. Toh juga hanya Sabtu-Minggu,” ucapnya.
Meski ada BMJ, Tion menegaskan, tidak akan mengubah status Pasar Pakuncen sebagai pusat jual beli barang bekas. Orientasinya untuk melayani konsumen, bukan produsen. Atas dasar itu, Tion mengklaim, Pasar Pakuncen masih menjadi rujukan para pemburu barang bekas di Kota Jogja maupun luar daerah. “Kalau tidak begitu tentu pasarnya sudah tutup dari dulu,” dalihnya.
Sementara mengenai penertiban pedagang pasar, Tion berkelit bukan kewenangannya. Hal itu menjadi ranah Satpol PP. (pra/yog/mg1)