SLEMAN – Kualitas air sungai di Sleman memerlukan perhatian khusus. Terlebih adanya temuan bakteri E.coli dari uji sampel oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sleman. Beberapa sungai terindikasi mengandung bakteri E.coli melebihi ambang batas normal.
Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan Hidup DLH Sleman Purwoko Sasmoyo mengatakan uji sampel dilakukan di 11 sungai. Penyebab tingginya kandungan bakteri E.coli ada dua faktor. Limbah domestik rumah tangga dan limbah ternak atau penggunaan pupuk kandang.
“Kedua faktor ini jika tidak ditangani dengan baik limbahnya mencemari sungai. Saat ini yang tengah menjadi perhatian adalah penggunaan pupuk kandang dan kandang ternak,” kata Purwoko ditemui usai diskusi Forum Komunitas Sungai Sleman di Girikerto Turi Sleman Minggu (24/6).
Penggunan pupuk kandang menjadi dilematis tersendiri bagi kualitas air sungai. Di satu sisi penggunaan pupuk alami ini membantu petani. Sisi lain, limbah pupuk juga berdampak pada keberadaan bakteri E.coli.
Pupuk kandang merupakan olahan kotoran ternak. Kandungan bakteri E.coli dalam kotoran ternak tergolong tinggi. Permasalahan ini juga ditemui pada kandang ternak yang berada di sisi sungai.
“Sebenarnya jika semua diolah dahulu, bakteri E.coli bisa ditekan. Limbah jangan langsung dibuang ke sungai tapi diolah dahulu,” kata Purwoko.
Untuk limbah domestik, solusi optimal adalah adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). DLH menyoroti pengolahan limbah kawasan perumahan padat. Keberadaan IPAL komunal di Sleman belum ideal.
Purwoko mengungkapkan baru ada 124 IPAL komunal di Sleman. Jumlah ini jauh dari ideal, setidaknya untuk setiap 70 hingga 80 kepala keluarga (KK) memiliki IPAL komunal. Permasalahan ini sedikit teratasi dengan adanya IPAL terpadu di Sewon, Bantul.
“Kawasan Minomartani sudah ideal IPAL komunalnya. Kawasan rentan memang di daerah padat penduduk seperti Kecamatan Depok. Untung pipa IPAL terpadu telah tersambung dan saat ini sudah sampai Ngaglik,” ujarnya.
Warga bias mengajukan permohonan pembangunan IPAL komunal ke Pemkab Sleman. Selanjutnya dipilih wilayah yang aman sebagai kawasan IPAL komunal.
“IPAL harus tanah kas desa. Agar instalasi tersebut bisa dikelola dan tidak mangkrak. Jadi sebelum mengajukan permohonan, pastikan lahan tanah kas desa ada,” katanya.
Ketua Forum Komunitas Sungai Sleman AG Irawan membenarkan peningkatan bateri E.coli di sejumlah sungai. Meski teknik sampel hanya sesaat, dapat menjadi gambaran. Terlebih sampel diambil di 60 lokasi di 11 sungai.
Beberapa sungai yang terindikasi E.coli melebihi ambang batas di antaranya Code, Boyong, Winongo dan Bedog. Penyebabnya adalah mulai maraknya pembangunan pemukiman di kawasan pinggir sungai.
Selain E.coli, fokus komunitas juga pada pencemaran limbah dan ekosistem sungai. Cara termudah mendeteksi dengan melepaskan sejumlah biota air dan udara. Biota ini terdiri dari udang dan larva capung.
“Kebedaraan udang, larva capung di air maupun capung dewasa menjadi indikasi sungai itu bersih dari limbah. Jika keberadaannya sulit ditemui bisa saja angka pencemaran tinggi,” katanya. (dwi/iwa/mg1)