SISTEM zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018/2019 tak sekadar untuk memeratakan kualitas pendidikan di setiap daerah. Tujuan yang tak kalah penting adalah mendekatkan siswa dengan sekolah tujuan.

Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Sleman Nafsir Fauzi melihat penerapan sistem zonasi saat ini sudah cukup baik. Terutama di wilayah Sleman, yang tak begitu banyak menuai gejolak. Hanya, semangat mendekatkan jarak sekolah dengan rumah siswa belum sepenuhnya terlaksana. Sebab, masih banyak wilayah desa maupun kecamatan di Sleman yang tak terjangkau kendaraan angkutan umum. Semangat sistem zonasi sekolah dikhawatirkan tak bisa berjalan maksimal karena kondisi tersebut.

Bukan tidak mungkin masih akan banyak siswa SMP, yang notabene tak memilik surat izin mengemudi (SIM), nekat mengendarai sepeda motor ke sekolah. Karena jarak rumah dan sekolah cukup jauh ditempuh dengan jalan kaki.

Sementara tak ada anggota keluarga usia dewasa yang bisa mengantar ke sekolah. Dan tak ada angkutan umum yang melintas di dekat rumah mereka. “Solusinya harus ada bus sekolah yang bisa menjangkau sampai pelosok wilayah Sleman,” ujarnya Kamis (26/7).

Sebagaimana diketahui, sistem zonasi sekolah tingkat SMP di Sleman dibagi empat wilayah. Zona barat meliputi Kecamatan Godean, Moyudan, Gamping, Minggir, dan Seyegan. Zona tengah terdiri atas Kecamatan Mlati, Ngaglik, Sleman, dan Tempel. Kemudian zona timur, Kecamatan Prambanan, Berbah, Kalasan, dan Depok. Selanjutnya zona utara meliputi Kecamatan Cangkringan, Pakem, Turi, dan Ngemplak.

“Misal ada siswa tinggal di Godean, sekolahnya di Minggir. Atau rumahnya Cangkringan dan sekolah di Pakem. Harus naik apa kalau tak punya kendaraan?” ucap politikus PKB asal Godean itu.

Pembagian sistem zonasi SMP negeri, lanjut Fauzi, masih terlalu luas. Jarak antarkecamatan saja bisa lebih dari lima kilometer. Jarak tersebut tidak mungkin ditempuh dengan jalan kaki oleh siswa. Karena itu, Fauzi berharap, penentuan zonasi dievaluasi supaya lebih spesifik. Sehingga jarak sekolah dengan rumah siswa benar-benar bisa dijangkau secara mudah. “Ini juga harus menjadi pemikiran pemerintah demi terlaksananya semangat sistem zonasi sekolah,” ujarnya.

Seandainya sistem zonasi yang sudah ada tetap dipertahankan, lanjut Fauzi, pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk pengadaan bus sekolah. Sekaligus menentukan rutenya, agar bisa dijangkau seluruh siswa.

“Saya kira kemampuan keuangan daerah Sleman mampu untuk itu. Semua bisa dilakukan, meski secara bertahap,” katanya optimistis.

Tanpa ada bus sekolah, lanjut Fauzi, niscaya pemerintah mampu mengurangi kepadatan lalu lintas saat jam berangkat dan pulang sekolah. Meski seluruh siswa kelas 7-9 SMP sudah menjalani sistem zonasi sekalipun. Kemacetan tetap akan terjadi dan menumpuk di masing-masing zona. “Kalau sekarang kan baru kelas 7 yang masuk zonasi,” sambungnya.

Terlebih di wilayah Prambanan. Fauzi menilai, masih adanya sekolah kekurangan murid, salah satunya karena tidak tersedianya sarana transportasi. Sehingga sekolah tak terjangkau siswa.

Fauzi meyakini, keberadaan bus sekolah akan turut menekan tingkat kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak usia sekolah.

Bus sekolah tak harus gratis jika memang tak memungkinkan. Kendati demikian, pemerintah bisa menerapkan sistem tarif murah. Seperti Transjogja, yang sekali perjalanan cukup bayar Rp 3.500. Ini pun untuk penumpang umum non-langganan. Bagi pelajar, tarifnya harus lebih murah. Selain itu, penumpang bisa berpindah rute bus asal masih berada di dalam shelter/halte. Dengan begitu, ongkos berangkat dan pulang sekolah siswa akan sangat terjangkau.

Selain bus sekolah, Fauzi mendorong Pemkab Sleman memfasilitasi seluruh sekolah, terutama negeri, dengan perangkat komputer. Masih adanya sekolah tak punya komputer untuk keperluan ujian nasional berbasis komputer (UNBK), menurut Fauzi, berpotensi menyebabkan penurunan kualitas (nilai) siswa. Terutama bagi siswa dari keluarga tak mampu, yang tidak memiliki laptop atau komputer di rumah. “Bisa saja ada anak pintar, tapi grogi saat ujian karena tak terbiasa pakai komputer lantaran memang tak punya,” ingatnya.(*/yog/fn)