GUNUNGKIDUL – Angka kematian ibu (AKI) hamil di Gunungkidul masih tinggi. Sedikitnya per Agustus 2018 terdapat lima kasus AKI. Jumlah tersebut meningkat dibanding periode sama 2017.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul Dewi Irawati mengatakan AKI dipengaruhi bermacam faktor. Sebagian besar dipicu penyakit yang tidak berhubungan langsung dengan kehamilan.

“Misalnya penyakit jantung, tumor ganas yang sebenarnya memang memiliki risiko kematian tinggi sehingga tidak boleh hamil,” kata Dewi Kamis (9/8).
Salah satu cara menekan AKI dengan pendekatan keluarga. Mendekatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan secara komprehensif.
“Pendekatan keluarga dilakukan dengan penguatan Puskesmas. Mendorong Puskesmas melakukan kunjungan ke rumah keluarga yang ada ibu mengandung,” ujar Dewi.

Diakui Dewi, dari kasus yang dia tangani di antaranya merupakan pasien rujukan. Jadi pasien hamil di luar daerah kemudian ketika dirujuk ke Gunungkidul. Kasus demikian berlangsung di wilayah berbatasan.
Meski AKI hamil di wilayahnya tinggi, dibanding nasional jumlahnya lebih sedikit. Pencegahan AKI hamil harus 100 persen. “Artinya ibu hamil harus selamat saat melahirkan,” ungkap Dewi.

Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinkes Gunungkidul Triyana mengatakan kasus AKI hamil tidak hanya dialami ibu muda atau kelahiran pertama. Semua sudah memasuki usia subur rentang umur hingga 35 tahun.
“Mengenai pemicu AKI, juga karena faktor usia dimana umur ibu saat melahirkan belum mencukupi,” kata Triyana.

Guna mencegah perempuan hamil di bawah umur dilakukan dengan pemantauan dokter spesialis kandungan. Bidan yang mendapatkan pasien perempuan di bawah umur disarankan ke SPOG (dokter kandungan).
“Setiap tahun rata-rata ada potensi 9.000 angka kelahiran bayi di Gunungkidul. Jumlah tersebut diperoleh dari data ibu hamil di masing-masing desa,” ungkap Triyana. (gun/iwa/mg1)