Musim Hujan, Warga Bantaran Sungai Terancam Longsor
JOGJA – Konsep munggah, mundur, madep kali (M3K) belum sepenuhnya berhasil diterapkan di Kota Jogja. Buktinya, masih ada permukiman penduduk di bantaran sungai tak menerapkan ide gubernur DIJ itu. Seperti di daerah Terban, Sorosutan, dan Gondolayu sisi barat yang berada di pinggir Sungai Code. Juga di bantaran Sungai Winongo daerah Jlagran. “Permukiman itu banyak penghuninya. Ada masjid juga, itu kan bahaya,” ungkap Kabid Sumber Daya Air, Dinas Pekerjaan Umum Kawasan Permukiman (PUKP) Kota Jogja Aki Lukman Noor Hakim, Kamis (23/8).
Bukan hanya sampah di aliran sungai yang menjadi masalah di kawasan tersebut. Bangunan di bantaran sungai itulah yang justru menjadi masalah serius. Terlebih talud sungai setiap tahun selalu mengalami pengikisan. “Masalah utamanya ya bangunan rumah pinggir sungai itu. Kalau (fondasi) tak kuat bisa ambrol dan longsor. Nyawa menjadi ancamannya,” lanjutnya.
Saat musim hujan potensi ancaman bencana di kawasan bantaran sungai kian besar. Terutama permukiman penduduk di atas talud. Longsor mengancam warga bantaran sungai. Seperti kejadian pada 28 November 2017. Ketika itu talud bantaran Sungai Winongo di RT 01/RW 01 Jlagran, Pringgokusuman, Gedongtengen longsor dan mengakibatkan tiga nyawa melayang. “November depan juga musim hujan. Longsor mengancam warga bantaran sungai, apalagi yang rumahnya dekat talud,” ingatnya.
Lukman mengaku sering menyosialisasikan bahaya talud longsor saat musim hujan bagi warga bantaran sungai. Sosialisasi melibatkan komunitas peduli sungai. Untuk mengedukasi warga bantaran. Termasuk imbauan agar tak membangun rumah di bantarn sungai. Selain berbahaya, hal itu melanggar aturan sempadan sungai.
Sementara terkait masalah sampah, Koordinatur Ulu-Ulu Dinas Lingkungan Hidup Kota Jogja Apriyanto mengatakan masih banyak perilaku negatif masyarakat. Dengan membuang sampah di aliran sungai. Termasuk limbah hewan kurban Idul Adha lalu.
Kasi Pengendalian Bahan Berbahaya dan Beracun Kota Jogja Peter Lawoasal menambahkan, kualitas air sungai sangat memprihatinkan akibat sampah. “Air sungai di Jogja tidak bisa buat mandi karena sangat tercemar,” katanya. Limbah kurban juga berdampak pada penurunan kualitas air. Juga menimbulkan bau busuk. (cr5/yog/mg1)