Buntut Pencairan Dana Kompensasi NYIA Rp 701 M

JOGJA – Pencairan dana ganti rugi tanah bandara Kulonprogo Rp 701 miliar oleh Pengadilan Negeri (PN) Wates dan diterima penguasa Kadipaten Pakualaman Paku Alam (PA) X bergulir ke jalur hukum.

Suwarsi dan kawan-kawan selaku trah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun dari Keraton Surakarta Hadiningrat sebagai pemegang hak eigendom atau surat hak milik (SHM) nomor 674 verponding nomor 154 tidak terima dengan tindakan PN Wates. PA X bersama Ketua Pengadilan Negeri Wates Marliyus SH dilaporkan Suwarsi dkk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami punya bukti-bukti kuat yang mendukung laporan ke KPK. Hari ini (kemarin) kami terbang ke Jakarta dan besok pagi (hari ini) langsung ke Kuningan (kantor KPK),” ujar Muhammad Iqbal SH, kuasa hukum Suwarsi dkk, saat memberikan keterangan pers, Kamis (30/8).

Iqbal menegaskan, dana Rp 701 miliar – bukan Rp 700 miliar seperti diberitakan sebelumnya – belum saatnya dicairkan. Klaim PN Wates bahwa sengketa kepemilikan tanah bandara telah inkrah alias punya kekuatan hukum tetap, tidak memiliki dasar kuat. Alasannya, saat PN Wates menyetujui pencairan Rp 701 miliar pada 5 Juni 2018, masih ada dua perkara yang belum diputus. “Satu gugatan diajukan di PN Wates dan satu lagi di PN Jogja,” jelas Iqbal.
Perkara di PN Wates tercatat di register No. 24/Pdt.G/2017/PN. Wat diputus di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jogjakarta pada 16 Juli 2018. Sedangkan gugatan di PN Jogja terdaftar di register No. 102/Pdt.G/2017/PN Yyk. Putusan dijatuhkan pada 19 Juli 2018. Kini perkara di PN Jogja itu masih tahap banding.
“Artinya, saat dana dicairkan masih ada perkara hukum yang sedang berjalan,” beber Iqbal.

Dia mengungkapkan, PN Wates pernah menerbitkan surat nomor W13-U3/1818/HK.02/VII/2017 tertanggal 11 Juli 2017. Surat yang ditandatangani Ketua PN Wates Sri Harsiwi SH MH menjelaskan, dana ganti rugi yang dititipkan di PN Wates belum dapat dicairkan karena masih menjadi sengketa di PN Jogja. Surat bernada serupa juga diterbitkan PT Jogjakarta.

Mengutip Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2016 Bagian Kelima: Pengambilan Uang Penitipan Ganti Kerugian Pasal 32 dalam hal objek pengadaan tanah sedang menjadi objek perkara di pengadilan atau masih dipersengketakan, ganti kerugian diambil oleh pihak yang berhak di Kepaniteraan Pengadilan setelah terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau akta perdamaian disertai surat pengantar dari ketua pelaksana pengadaan tanah.

“Jelas sengketa tanah bandara belum ada putusan berkekuatan hukum tetap. Kenapa dicairkan. Lebih heran lagi kenapa Paku Alam X sebagai tergugat bersedia menerima pencairan itu,” sesal Iqbal.

Bukti-bukti itulah yang menjadi dasar Iqbal melaporkan perkara tersebut ke KPK. Dia juga membuat aduan ke Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA). Dia minta semua pihak yang terlibat dalam pencairan dana Rp 701 miliar secepatnya diperiksa. Baik PN Wates maupun penerimanya. Demikian pula pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam perkara itu.
“Uang yang dicairkan adalah uang negara. Uang itu diberikan pada pihak yang belum diputuskan pengadilan sebagai pemilik tanah yang sah. Perkaranya masih menjadi sengketa,” lanjut dia.

Di tempat sama, penasihat hukum Suwarsi dkk lainnya, Bambang Hadi Supriyanto SH memasalahkan tidak adanya pemberitahuan pencairan dana Rp 701 miliar dari PN Wates kepada pihaknya sebagai penggugat. Bambang juga heran dengan dasar pencairan merujuk perkara nomor 195/Pdt.G/2017/PN Wates.

Gugatan atas perkara itu diputus dalam sidang putusan sela pada 16 Maret 2017. Dalam putusan sela itu, PN Wates menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan Suwarsi dkk. Pertimbangannya, PA X selaku tergugat berdomisili dan ber-KTP di Kota Jogja. Karena itu, kliennya mengikuti putusan itu dengan mengajukan gugatan di PN Jogja. “Kalau perkara sudah inkrah sejak 6 April 2017, kenapa baru dicairkan 5 Juni 2018. Ini mengindikasikan ada kecerobohan,” sindir Bambang.

Bambang menambahkan, pada 7 Juni 2018 atau dua hari setelah dana dicairkan, antara kliennya dengan PA X dan PT Angkasa Pura I selaku pihak turut tergugat bertemu dalam sidang di PN Jogja.

PA X diwakili kuasa hukumnya, RM Setyo Hardjo SH dan Herkus Wijayadi SH. Sedangkan Jaksa Pengacara Negara (JPN) dari Kejaksaan Tinggi DIJ menjadi kuasa hukum PT Angkasa Pura I. Dari fakta itu, Bambang menuding ada pengelabuan fakta dengan menyebut perkara sengketa tanah bandara seolah-olah telah inkrah.

Adapun pihak-pihak yang datang di PN Wates adalah PA X didampingi beberapa orang saksi. “Seingat saya, beliau (PA X) yang datang langsung ke sini (PN Wates),” ucapnya.

Humas PN Wates Edy Sameaputty SH mengatakan, pencairan dana ganti rugi tanah bandara tak mungkin direalisasikan bila tidak dilengkapi surat pengantar dari ketua pelaksana pengadaan tanah yang dijabat Kepala Kanwil BPN DIJ Tri Wibowo.

Dana ganti rugi tanah bandara dititipkan di PN Wates karena ada perkara Nomor 195 Tahun 2016 Pdtg Pn.Wt dan perkara nomor 197 Pdtg Pn.Wt. Dalam perkara 195 tersebut, Suwarsi dkk menggugat Paku Alam X melakukan perbuatan melawan hukum.

Menurut Edy, setelah ada putusan sela tersebut tidak ada lagi upaya hukum lain. Makanya setelah 14 hari dinyatakan inkrah. Putusan sela bisa menjadi akhir atau tidak berakhir sebuah perkara hukum. Artinya ada perkara yang bisa dilanjutkan setelah putusan sela dengan mengajukan upaya hukum yang lebih tinggi. Namun dalam kasus ini, begitu ada putusan sela tidak ada upaya hukum lebih lanjut. (kus/yog/mg1)