JOGJA – Ada yang garuk-garuk kepala. Ada yang merengek-rengek, ada yang tekun menggoreskan pensil warna di buku gambar. Namun ada pula yang tertidur. Begitulah beragam tingkah kelucuan anak-anak berkebutuhan khusus saat mengikuti lomba menggambar di Edotel Jalan Kenari, Kamis (30/8).
Sebanyak 35 anak dari SDLB dan SMPLB se-DIY mengikuti lomba menggambar di hari kedua Gebyar Anugerah Kihajar 2018 yang diselenggarakan Balai Tekkomdik DIY.

Kevin Kamaludin, PIC Lomba Menggambar mengatakan, dari 35 peserta tersebut nantinya akan diambil tiga anak yang menjadi juara. Lomba menggambar untuk anak berkebutuhan khusus tersebut, menjadi yang kedua kalinya dalam Gebyar Anugerah Kihajar. Namun tahun ini mengalami peningkatan peserta, sebab tahun lalu hanya diikuti 25 peserta.

“Sudah yang kedua kalinya. Ada peningkatan karena ibu guru lebih semangat mengarahkan anak-anak. Setelah ini pengumuman juara akan diunggah di website seminggu setelah ini,” katanya kepada Radar Jogja.

Secara umum, Kevin mengatakan, lomba berjalan lancar. Pendampingan dari guru-guru sudah bagus mengarahkan, persiapan juga sudah maksimal lancar. Dia berharap, meskipun peserta anak berkebutuhan khusus tapi di luar itu mereka juga punya bakat harus terus dilombakan agar mempunyai prestasi tersendiri.

Selain lomba menggambar, di Balai Tekkomdik juga digelar Kuis Kihajar dan lomba video edukasi.
Sebelumnya, di hari pertama dilaksanakan lomba band dengan iPad. Peserta tidak membawa alat musik seperti drum, gitar maupun keyboard. Namun cukup menekan layar sabak dan keluar musik seperti band memainkan alat musik asli.
Juri lomba yang juga pengamat musik dan founder @musikjogja Swadesta Aria Wasesa mengatakan, lomba band iPad di satu sisi oke dan bikin kreatif anak muda apalagi pelajar.

Bedanya, memainkan band digital di iPad dan alat musik asli susah di-feel-in. Tapi pelajar sekarang sudah sangat dekat sama teknologi. Sayangnya aplikasi itu (garage) cuma ada di produk iPhone yang harganya tidak murah, jadi tidak semua orang bisa pakai.

“Peserta lomba tadi asik-asik sih. Ada yang beberapa enggak siap, ya mungkin karena latihannya nggak bisa tiap hari. Tadi Mas Adit Jikustik kasih masukan kalau mending mainin lagunya yang mudah tapi harmonis. Soalnya suara digital banget, biar enak aja didengar dan dimainkan. Namun sebagian sudah pada canggih-canggih, dari Gunungkidul paling asik mainnya,” katanya.

Mengenai prospek, untuk musik elektronik dalam ruang tertentu masih mungkin berkembang tapi sangat terbatas. Contoh yang bisa mengembangkan musik elektronik, kata Desta, ada solois yang bikin lagu dari aplikasi garage lalu dirilis. “Namanya Cresen Naibaho,” terangnya. (*/riz/kus/iwa/mg1)