KULONPROGO – Upaya Pemkab Kulonprogo memperluas lahan budidaya bawang merah 20 hektare per tahun terus mengalami kendala. Minimnya pasokan air menjadi penyebab utamanya. Kondisi itu sebagai dampak penutupan Saluran Induk Kalibawang dari Waduk Sermo. Bahkan saluran irigasi di beberapa lahan bawang merah mengering selama musim tanam (MT) II tahun ini.

“Kami kesulitan menyiram tanaman. Petani harus berburu air sebisanya. Salah satunya dengan menyedot air menggunakan pompa diesel,” keluh Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Ngudi Makmur, Dusun Karangtengah, Getakan, Panjatan, Randi Sutrsino kemarin (26/9).

Menurutnya, kekeringan memang menjadi fenomena rutin yang dialami kelompoknya setiap tahun. Hanya sebelum saluran irigasi Kalibawang ditutup, pasokan air relatif cukup lancar. Selain kerepotan, penutupan saluran irigasi Kalibawang membuat para petani harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya operasional pompa diesel.

Kondisi serupa dialami petani bawang merah di Desa Srikayangan, Sentolo. Sebagian petani mengalami gagal tanam. Sebab, tanaman bawang merah butuh suplai air yang cukup.

“Berat bagi kami kalau harus mengoperasikan pompa diesel,” keluh Murjono, salah seorang petani Sriyakayangan.

Daripada harus mengeluarkan biaya ekstra, kata Murjono, sebagian petani Sriyakayangan memilih rehat bertanam. Langkah itu dinilai sebagai pilihan paling realistis daripada merugi. Akibatnya, hampir separo lahan bawang merah di Sriyakayangan menganggur. Memasuki MT III tahun ini saja hanya 100 hektare lahan yang ditanami bawang merah. Padahal biasanya bisa mencapai 200 hektare.

Kepala Bidang Holtikultura, Dinas Pertanian dan Pangan Kulonprogo Eko Purwanto tak menampik adanya penurunan debit air irigasi Kalibawang. Namun, dia mengklaim kondisi tersebut hanya bersifat sementara dan akan kembali normal setelah perbaikan saluran irigasi Kalibawang di Jembatan Talang Bowong, Banjararum selesai. (tom/yog)