BPOM Standarisasi Produk Tradisional Tingkat ASEAN
SLEMAN – Era e-commerce membuat Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI Penny K. Lukito waswas. Transaksi online kian menyulitkan petugas menjalankan fungsi pengawasan. Terutama terhadap produk impor ilegal. Khususnya obat tradisional maupun suplemen kesehatan. Termasuk jamu herbal. Menurut Penny, produk ilegal biasanya mengandung bahan kimia berbahaya. Produk tersebut berpotensi marak beredar dalam perdagangan di era digital saat ini.
“Jangan sampai terkecoh. Apalagi untuk pengobatan alternatif. Hati-hati,” ingatnya di sela sidang ASEAN Consultative Committee for Standards and Quality (ACCSQ) di Yogyakarta Marriot Hotel, Kamis (1/11).
Di Indonesia, kata Penny, wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan produsen obat herbal dan tradisional. Termasuk produsen produk ilegal. Penny memastikan, produsen obat ilegal masuk target penindakan.
Dikatakan, maraknya peredaran obat herbal berbanding lurus dengan meningkatnya minat masyarakat. Untuk mengonsumsi bahan alami. Obat herbal biasa dikonsumsi untuk memelihara kesehatan atau pencegahan penyakit.
Saat ini produsen obat herbal didominasi pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Dalam upaya mendukung perkembangan obat herbal tradisional BPOM membuat standarisasi khusus. Berupa deregulasi, simplifikasi registrasi, hingga coaching clinic. Juga mendorong dan mengawal penelitian di perguruan tinggi atau lembaga penelitian yang berorientasi produk. Serta memberikan jalur hijau perizinan untuk produsen yang aktif melakukan ekspor.
BPOM mengusulkan standaraisasi produk tingkat ASEAN. Mengingat adanya kesamaan budaya dan penerimaan obat oleh tubuh sesama rumpun Asia. Menurutnya, India dan Tiongkok masih tercatat sebagai produsen obat herbal dan tradisional terunggul di Asia.
Standarisasi produk bukan hanya bermotif ekonomi. Lebih dari itu demi melindungi konsumen. Baik secara kualitas keamanan, mutu, dan manfaat.
Pertemuan internasional itulah yang menjadi wadah harmonisasi standar obat tradisional dan suplemen kesehatan tingkat ASEAN. Untuk membahas aturan, standar, dan pengawasan. Serta ketentuan peredaran obat tradisional dan suplemen kesehatan.
Acara tersebut dihadiri delegasi dari sepuluh negara. Antara lain: Brunei Darussalam, Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam). Turut hadir perwakilan ASEAN Secretariat, ASEAN Alliance for Traditional Medicines (AATMI), ASEAN Alliance for Health Supplement (AAHSA), serta anggota asosiasi dan pelaku usaha obat tradisional dan suplemen kesehatan.
Acara dibuka oleh Wakil Gubernur DIJ Paku Alam (PA) X. Dalam kesempatan itu PA X menuturkan, obat tradisional dan suplemen kesehatan perlu mendapat perhatian khusus. Terutama oleh pemerintah. Agar perkembangannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Obat tradisional dan suplemen kesehatan harus selalu sesuai dengan standar dan kualitas yang terjamin,” harapnya. (tif/yog/rg/mo1)