Masa perang kemerdekaan telah lewat. Pun masa penjajahan. Generasi bangsa tak perlu lagi terlibat peperangan dengan mengangkat senjata. Yang ada mengisi kemerdekaan. Meneruskan semangat para pahlawan. Sesuai dengan keahlian masing-masing. Seperti semangat memajukan bangsa yang ditunjukkan para pemuda di berbagai kabupaten/kota di DIJ.
Antonius Sasongko, salah satunya. Melalui tangan dinginnya, Kampung Taman, Kelurahan Patehan yang dulunya gaptek (gagap teknologi) belakangan terkenal sebagai kampung digital. Namanya Kampung Cyber. Yang menarik, label Kampung Cyber ini bukan karena tersedianya berbagai perangkat digital yang memadai. Seperti jaringan wifi, situs dengan ragam fiturnya yang canggih atau fasilitas berbasis digital lainnya. Melainkan juga ”kecanggihan” warganya. Nyaris seluruh warga Kampung Taman melek teknologi. Kelompok ibu-ibu rumah tangga sekalipun.
”Padahal, sekitar sepuluh tahun lalu (Kampung Taman, Red) adalah kampung yang belum melek teknologi,” jelas Koko, sapaan Antonius Sasongko saat ditemui di kediamannya pekan lalu.
Ide Kampung Cyber lahir jauh sebelum berbagai kabupaten/kota di DIJ berlomba-lomba dengan program smart city. Ide ini lahir bermula dari kegandrungan Koko dengan seluk-beluk dunia digital. Koko terpanggil untuk memperkenalkan internet kepada sejumlah tetangganya.
”Sekaligus memperkenalkan manfaatnya,” ucap pria yang memiliki background keluarga seniman ini.
Ada beberapa inovasi digital di Kampung Cyber. Semuanya berjalan optimal. Salah satunya SiWarga Patehan (sistem informasi warga Patehan). Website karya Koko ini berisi berbagai sistem layanan warga. Dengan mengakses situs www.siwargapatehan.com, warga Kelurahan Patehan bakal mendapatkan kemudahan berbagai pelayanan administrasi. Mulai pengajuan surat RT/RW hingga kelurahan sampai daftar informasi warga.
”Warga juga dapat menyampaikan keluhan di sini,” tuturnya.
Apa lagi kecanggihan di Kampung Cyber? Koko menyebut pengamanan CCTV (circuit closed television). Seluruh warga Patehan dapat mengakses CCTV yang berfungsi sebagai pagar keamanan wilayah itu.
Yang menarik lagi, pesatnya perkembangan teknologi di Kampung Cyber ini juga dimanfaatkan warga untuk memasarkan produknya. Menurutnya, Patehan dikenal sebagai salah satu pusat perajin batik.
”Jualannya sekarang juga melalui online,” kata Koko menyebut Kampung Cyber berbanding lurus dengan kesejahteraan warga.
Berkat kejelian dan konsistensi Koko, Kampung Cyber belakangan dilirik dunia. Peneliti dari berbagai benua pernah bersinggah untuk melihat langsung Kampung Cyber. Bahkan, Mark Zuckerberg, founder Facebook pun pernah datang.
”SiWarga Patehan juga diminta pemkot untuk dikembangkan. Nantinya diintegrasikan dengan aplikasi JSS (Jogja Smart Service),” ungkapnya.
Kendati lekat dengan teknologi, Koko mewanti-wanti warga Kampung Taman tak terlena.
”Tetap harus berinteraksi dalam dunia nyata,” ingatnya.
Jika Koko memilih dunia digital, Retnoningsih memilih bidang sosial untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan. Di dunia pekerja sosial, nama Retnoningsih cukup familier, terutama di wilayah Gunungkidul. Sejak 2007 dia aktif sebagai relawan yang fokus pada isu perempuan dan anak. Tingginya angka kasus perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi pemicu semangat untuk terus fokus membantu sesama.
Memulai perjalanan sebagai pekerja sosial memang banyak tantangan. Cibiran kerap datang. Namun, semuanya bisa dilaluinya dengan baik. Bahkan saat ini dia tidak hanya fokus pada isu perempuan dan anak. Namun juga isu sosial lain. Seperti kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan.
Perempuan yang menjabat sebagai sekretaris Muslimat Gunungkidul tersebut ingin jiwa raganya secara adil dalam membagi urusan keluarga maupun masyarakat luas. Tentu tidak mudah, namun ibu dua anak ini tetap eksis sebagai pekerja sosial.
”Pekerja sosial itu kan bukan lembaga profit. sering saya dicibir: rapat terus, urusan keluarga bagaimana,” kata Retnoningsih ketika ditanya mengenai pengalaman selama bergelut di lembaga sosial.
Menurutnya, beban ganda mengurus keluarga dan berbagi dengan sesama terbukti terasa ringan ketika bisa membangun jaringan. Hingga sekarang, warga Besari, Siraman, Wonosari itu memiliki banyak komunitas. Untuk pendidikan, misalnya, Retno berafiliasi dengan Rumah Belajar Rakyat. Sedangkan isu perempuan dan anak Retno bergabung dengan Rifka Annisa Dengan begitu, ketika ada yang minta bantuan pihaknya tinggal menghidupkan sel-sel jaringan yang sudah terbentuk. Misalnya, pada saat Siklon Tropis Cempaka pada akhir 2017. Dia bekerja sama dengan mahasiswa turun gunung menyalurkan bantuan.
“Ada ratusan anggota terlibat di dalamnya. Kami juga masih komunikasi sampai dengan sekarang,” ucap alumnus Universitas Widya Wiwaha.
Tentu, setiap usaha tidak selalu mulus. Ketika belum berhasil, lulusan managemen pendidikan S2 tersebut tidak patah arang. Tak jarang keluar uang dari kantong sendiri.
“Yang terbaru kami sedang menggalang dana untuk korban gempa dan tsunami Sulawesi Tengah. Salah satu korbannya kan, sekarang tinggal di Kecamatan Paliyan,” bebernya.
Kemudian berkaitan dengan isu pendidikan, Retno juga memiliki koneksi program beasiswa bagi anak yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Intinya adalah menggabungkan setiap program menyesuaikan dengan isu.
Apa tidak pusing jika setiap saat ada orang minta tolong? Sebagai manusia biasa, Retno kerap pusing. Namun, dia berupaya tenang dan menghadapi dengan senyuman. Retno berkeyakinan, niat baik pasti dipermudah setiap perjalanan. (cr5/gun/zam/rg/mg3)