JOGJA- Pemprov DIJ memilih bersikap hati-hati menanggapi pancingan DPRD DIJ untuk mengubah Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) No. 2 Tahun 2015 (bukan Perdais No. 1 Tahun 2015 seperti tertulis sebelumnya, Red).

Regulasi tersebut mengatur tentang tata cara pengisian jabatan, pelantikan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur DIJ. Perdais ini lazim disebut perdais suksesi.

“Belum ada rencana mengadakan perubahan hingga 2018 ini,” ungkap Kepala Biro Hukum Setprov DIJ Dewo Isnu Broto Imam Santoso Rabu (21/11).

Dewo mengakui, dengan belum adanya rencana mengadakan perubahan, maka Perdais No. 2 Tahun 2015 masih tetap berlaku. Setidaknya hingga akhir tahun ini. “Kalau setelah 1 Januari 2019 saya belum tahu,” kilahnya.

Dewo beralasan, pada awal Januari 2019 mulai berlaku Perdais No. 1 Tahun 2018 tentang Kelembagaan Pemerintah DIJ. Pemberlakuan itu ditandai dengan penataan organisasi maupun sumber daya manusianya.

Pria yang tinggal di Godean, Sleman ini mengaku belum tahu dengan rencana penataaan tersebut. “Apakah masih di biro hukum atau tidak, saya belum tahu,” ujarnya sambil tersenyum.

Munculnya desakan agar pemprov mengadakan perubahan Perdais No. 2 Tahun 2015 digulirkan Anggota Komisi A DPRD DIJ Slamet. Politikus yang memimpin Pansus Perdais No. 2 Tahun 2015 itu beralasan, ketentuan dalam perdais itu sudah seharusnya diubah. Ini menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU No. 13 Tahun 2012 pasal 18 ayat (1) huruf m tentang persyaratan calon gubernur yang tidak perlu lagi mencantumkan biodata istri. Dengan demikian, calon gubernur tidak harus laki-laki. Pembatalan pasal itu membuka peluang tampilnya sultan perempuan.

“Perdais No. 2 Tahun 2015 harus segera disesuaikan dengan putusan MK. Putusan MK harus dibunyikan di perdais,” pinta Slamet.

Ketentuan persyaratan gubernur dengan merujuk UUK sebelum pasal 18 ayat (1) huruf m dibatalkan MK tercantum di pasal 3 ayat (1) huruf m.

Adapun aturan menyangkut proses suksesi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat diatur di bab II bagian kedua pasal 5. Pengertian Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta yaitu Sultan yang jumeneng sebagai Sultan Hamengku Buwono sesuai dengan paugeran dan prosesi adat kasultanan.

Namun pengertian paugeran dan prosesi adat tidak secara rinci dijelaskan dalam ketentuan umum maupun penjelasan. Keterangannya hanya tertulis “cukup jelas.”

Masalah putusan MK maupun peluang tampilnya sultan dan gubernur perempuan kembali menghangat setelah praktisi hukum Andi Irmanputra Sidin berbicara di Pelatihan Internalisasi Keistimewaan DIJ. Pelatihan diikuti seluruh pejabat eselon II Pemprov DIJ.

Beberapa pejabat eselon II yang menjadi peserta acara itu menyesalkan diundangnya Irman dalam acara itu. Apalagi kemudian mengkaitkan putusan MK dengan kedudukan sultan dan gelar khalifatullah yang tidak identik untuk laki-laki.

“Itu seperti membangunkan sesuatu yang sesungguhnya sudah agak reda,” sesalnya. Seorang pejabat lain juga berkomentar mestinya untuk level eselon II sudah paham dengan arah angin yang dikehendaki.

“Eselon II itu ibarat jalma lipat seprapat tamat (diberi tahu sekilas sudah paham, Red). Cukup dikasih kedipan mata sudah mudeng (paham). Pak Irman nggak perlu bicara seterbuka itu,” sesal pejabat lainnya.

Di sisi lain, Ketua Bapemperda DPRD DIJ Rendradi Suprihandoko mengatakan, pada 2019 ada 13 raperda yang masuk program pembentukan peraturan daerah dan/atau daerah istimewa. Namun dari 13 materi itu tidak ada materi raperdais yang hendak diubah. “Dari 13 raperda itu, tiga di antaranya raperda luncuran 2018,” ungkapnya.

Tiga raperda luncuran meliputi Raperda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) DIJ Tahun 2019-2039, Raperda Rencana Industri DIJ 2019-2039, dan Raperda Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman. “Tiga raperda itu belum dapat dibahas 2018 karena persetujuan substansi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang belum terbit,” katanya. (kus/yog/rg/mg3)