SLEMAN – Proses pemugaran atap Candi Kalasan terkendala turunnya hujan. Mau tidak mau pemugaran candi tersebut harus berulang kali terhenti. Padahal target rampungnya pemugaran hingga 12 Desember 2018.

Kepala Seksi Pelindungan Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB DIJ Wiwit Kasiyati mengakui tidak mudah memugar candi tersebut. Terlebih tingkat penggaraman di sisi puncak tergolong cukup serius.

”Penggaraman batu batu candi akibat air hujan yang selama ini menerpa puncak candi. Apalagi sudah dari dulu bagian puncak memang terbuka, sehingga sudah terpapar sangat lama,” jelasnya.

Wiwit menjelaskan, tahapan pemugaran belum mencapai proses inti. Selama ini, proses masih dalam tahapan pemasangan scaffolding di dalam maupun luar bilik candi. Pembongkaran atap direncanakan berlangsung minggu depan.

Pemugaran Candi Kalasan diawali dari 15 Oktober lalu. Dalam kurun waktu tersebut pengerjaan terhambat cuaca. Saat hujan turun, mau tidak mau tim dan tenaga ahli menyudahi proses pemugaran.

”Risiko utama adalah tersambar petir karena berada di tempat yang tinggi. Jadi memang harus berhenti dahulu,” ujarnya.

Penutupan atap juga bertujuan mengusir kelelawar. Wiwit menuturkan, kombinasi air hujan dan kotoran kelelawar sangat berdampak pada batu candi. Terutama untuk tingkat pelapukan akibat penggaraman.

Dalam proses pemugaran ini BPCB DIJ menerjunkan tim beranggotakan 30 orang. Adapula empat orang tenaga ahli sesuai bidang keilmuan. Diantaranya ahli teknik sipil, kimia, konservasi, dan ahli pemugaran.

”Selain menutup atap, pemugaran ini juga bertujuan sebagai penelitian. Sehingga melibatkan beberapa tenaga ahli juga,” katanya.

Untuk memugar Candi Kalasan, BPCB DIJ setidaknya menganggarkan dana sekitar Rp 600 juta. Terkait pemugaran total masih dalam wacana. Terlebih hingga saat ini unsur penemuan batu candi belum memenuhi presentase kesamaan antara 80 hingga 85 persen.

Candi yang dibangun era 778 masehi ini memiliki keistimewaan tersendiri. Sisi terluar atau dinding candi dilapisi bajralepa. Wiwit mengungkapkan bajralepa tak ubahnya sebuah plester atau lapisan vernis pada ukuran batus halus.

”Brajalepa bisa jadi dilema, satu sisi kondisi Candi Kalasan memang rusak tapi kalau kami menunda-nunda maka kerusakan akan semakin melebar. Sampai saat ini bajralepa masih diteliti komposisinya,” tambahnya. (dwi/ila)