RAPBD 2020 DIY diproyeksikan sejumlah Rp 7,765 triliun. Ada tiga isu strategis yang menjadi perhatian DPDR DIY. Yakni kemiskinan, kesenjangan dan ketimpangan pembangunan infrastruktur wilayah. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai Maret 2018, angka kemiskinan DIY sebesar 12,13 persen. Berada di urutan ke-23 dari 34 provinsi se-Indonesia.

“Sebagian besar penduduk miskin berada di pedesaan (15,12 persen). Sedangkan jumlah warga miskin di perkotaan (11,03 persen). Lima tahun ke depan angka kemiskinan harus turun ke angka tujuh persen,” kata Yoeke didampingi Wakil Ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto.

Tidak hanya itu, kesenjangan antarkelompok pendapatan atau Indeks Gini di DIY juga tertinggi di Indonesia (0,441 persen). Tingkat kesenjangan di perkotaan lebih tinggi (0,442 persen) dibanding perdesaan (0,350 persen).

Diakui, jumlah penduduk miskin di DIY cukup tinggi. Itu berbanding terbalik dengan angka harapan hidup. DPRD DIY mengusulkan agar dicari terobosan dan inovasi program penanggulangan kemiskinan.

Masalah lain yang dihadapi adalah angka pengangguran terbuka yang masih tinggi. Ini terjadi di masyarakat pedesaan. Ditambah lagi masih rendahnya infrastruktur pendukung ekonomi. Tidak banyak investasi di sektor formal. UMKM dan koperasi tidak mampu bersaing. Juga terjadi alih lahan produktif pertanian.

Berkaca dari kondisi tersebut, Yoeke mendesak Pemda DIY membuka investasi dengan sifat padat modal, padat karya dan ramah lingkungan. Perlu ada inovasi program industrialisasi pedesaan. Kemudian membangun ekonomi kreatif melalui pengadaan program start up yang ramah terhadap ekonomi desa. Aksesabel terhadap usaha pertanian, peternakan, perikanan dan usaha desa lainnya.

Menanggapi itu, Kepala Bappeda DIY Tavip Agus Rayanto mengakui, target menurunkan angka kemiskinan sampai tujuh persen bukan pekerjaan mudah. Ini mengingat rata-rata pencapaiannya baru 0,4 persen.

Target angka tujuh persen ini tidak akan tercapai bila cara kerja Pemda DIY biasa-biasa saja. Misalnya, mengandalkan program dan kegiatan rutin seperti pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH). Atau pembuatan sanitasi bagi warga tidak mampu.

Artinya, Pemda DIY bersama kabupaten/ kota se-DIY harus melakukan ikhtiar yang serius dan luar biasa. Mengobati orang miskin itu caranya berbeda. Yaitu membuat yang semula tidak berdaya menjadi berdaya.

Orang miskin bisa diobati, tapi angka kemiskinan tidak bisa diobati. Bahkan teori lingkaran setan kemiskinan tidak bisa diberlakukan di DIY.

Tavip lantas menyampaikan gambaran realitas yang bertolak belakang dengan kondisi DIY. Indeks pembangunan manusia (IPM) DIY rangking dua nasional. Kemudian, angka harapan hidup menempati peringkat pertama di Indonesia.

BPS menetapkan garis kemiskinan berdasarkan pengeluaran makanan dan non-makanan. Garis kemiskinan di DIY dipatok pada angka Rp 409 ribu per bulan. Sedangkan Kabupaten Gunungkidul Rp 277 ribu per bulan. Artinya, rumah tangga yang belanjanya di bawah angka itu maka disebut miskin dan berhak mendapatkan bantuan.

Wakil Ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto berharap antara eksekutif dan legislatif memiliki frekuensi yang sama antara pokok-pokok pikiran DPRD DIY dengan RKPD DIY. Mudah-mudahan tidak ada perbedaan frontal,” kata dia. (had/mg3)