GUNUNGKIDUL – Gizi buruk dan kekurangan asupan nutrisi masih menjangkiti ribuan anak di Kabupaten Gunungkidul. Pemkab setempat pun memprioritaskan penanganan di titik rawan terkait permasalahan ini. Yakni pada ibu rumah tangga yang memilih menjadi wanita karier.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul menyebutkan, dari total balita sebanyak 36 ribu, persentase gizi buruk mencapai 0,9 persen. Jika dihitung dengan angka, masih ada ribuan balita yang harus mendapatkan penanganan serius dari pemerintah.
“Berdasarkan data Dinkes Gunungkidul, 155 anak mengalami gizi buruk, sementara 2.122 kekurangan nutrisi,” kata anggota DPRD Gunungkidul Heri Nugroho saat dihubungi Kamis (16/12).
Menurutnya, data gizi buruk itu menjadi catatan buruk Pemkab Gunungkidul di akhir tahun 2018. Dinas terkait yang seharusnya fokus melakukan penanganan jangan sampai bicara persentase angka tingkat nasional. “Yang kami bahas ini angka dan fakta bahwa di Gunungkidul masih ada anak mengalami gizi buruk dan kekurangan nutrisi,” ujarnya.
Dengan demikian, sudah menjadi keharusan bagi pemerintah melakukan penanganan serius. Program kerja mengurangi kasus juga jangan hanya copy paste di tahun sebelumnya.
Menurut Heri, pemerintah harus berinovasi secara menukik dan tajam. “Hari gini masih ada gizi buruk? Itu pertanyaan yang harus diatasi, bukan dijawab dengan statemen,” katanya.
Puskesmas yang menjadi gerbong masyarakat harus rajin turun ke bawah. Melakukan sosialisasi, pendataan dan antisipasi secara kontinyu. Tidak kalah penting melakukan pendampingan terhadap penderita gizi buruk maupun balita kekurangan nutrisi.
Sementara itu, Sekretaris Dinkses Gunungkidul Priyanta Madya Satmaka mengatakan, kasus gizi buruk maupun kekurangan nutrisi tidak selalu karena faktor kemiskinan. Ada mata rantai kelalaian dalam hal ini. “Wanita karier kami ingatkan untuk memperhatikan anak. Pastikan buah hati cukup gizi dan nurisi,” katanya.
Perlu diingat, ada sejumlah faktor penyebab gizi buruk. Pertama, dimulai dari kekurangan asupan gizi, perilaku kedua orang tua dalam menjaga pola makan anak tidak baik, ketiga adanya penyakit penyerta. Kemudian berat badan bayi rendah. “Berat badan bayi rendah bisa dipicu dari lahir rahim ibu usia dini,” terangnya.
Di antara penyebab gizi buruk dan rendahnya asupan nutrisi itu hendaknya menjadi perhatian bersama. Langkah dari pemerintah sendiri saat ini tengah gencar turun ke lapangan melakukan penanganan dan antisipasi.
“Dalam antisipasi, kami lakukan dengan sosialisasi terhadap orang tua agar memperhatikan berat badan anak. Jika dalam tiga bulan berturut-turut terjadi penurunan, itu jadi warning,” tegasnya.
Secara kontinyu petugas kesehatan di desa-desa juga melakukan pendataan dan penanganan. Namun kalau si anak kronis gizi buruk, maka dirujuk ke Puskesmas Ponjong 1. Puskesmas ini paling siap melakukan penanganan kasus tersebut. “Puskesmas Ponjong 1 menjadi pilot project penanganan masalah gizi buruk dan kekurangan nutrisi,” ucapnya. (gun/laz/fn)