Titik Balik. Begitulah tajuk pameran seni rupa dari Putri Pertiwi yang dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY) mulai 5 Januari lalu. Putri Pertiwi adalah gadis 27 tahun yang berkebutuhan khusus (down syndrome). Meski demikian, karya-karya seninya tak bisa diragukan lagi.
VITA WAHYU HARYANTI, Jogja
LUKISAN warna-warni dengan berbagai karakter hero terpajang rapi di BBY. Tak ada yang menyangka 85 karya lukis itu karya Putri Pertiwi. Anak ketiga pasangan Sri Gamawati Alipingdyah dan Maryadi Broto S (alm) ini ternyata menyimpan bakat terpendam sejak duduk di taman kanak-kanak.
“Awalnya saya sadar anak ini berbakat waktu sekolah TK, sudah suka mewarnai dan menggambar. Dari sana saya gali potensinya dengan ikut kelas menggambar, anaknya pun sangat antusias,” ungkap sang ibu saat ditemui di sela pameran Senin (7/1).
Sri Gamawati yang akrab disapa Titek Broto lalu menceritakan kembali kisah Putri yang akhirnya bisa menyelenggarakan pameran karya seninya itu. Diungkapkan Titiek, gambar-gambar yang dilukis Putri ternyata terinspirasi dari dua kakak lelakinya yang hobi membaca komik. Tak heran banyak karakter hero dan kartun yang jadi model karya Putri. Sebut saja Sailormoon, Spiderman, Naruto, Doraemon, dan sebagainya.
Karakter acak hasil imajinasinya pun juga dihadirkan di pameran ini. Menurut Titiek, tajuk Titik Balik ini diandaikan sebagai upaya penting bagi Putri untuk bisa memperkenalkan diri sebagai anak berkebutuhan khusus, agar bisa diapresiasi lebih jauh oleh masyarakat.
“Bukan saja diapresiasi karya-karyanya, namun juga keberadaannya sebagai anak down syndrome yang membutuhkan rasa empati dari kehangatan bermasyarakat. Saya juga ingin Putri menjadi contoh dan semangat anak-anak down syndrome di luar sana yang masih belum berani menunjukkan bakatnya,” papar Titiek.
Sebagai seorang ibu tunggal saat ini, Titiek menjadi sosok sangat penting yang selama ini merawat, membimbing, dan mendampingi Putri, termasuk menggali ketertarikaannya pada dunia seni rupa. Bahkan karirnya sebagai kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kota Surabaya pun rela ditinggalkan Titiek, dan memilih pensiun dini untuk kemudian merawat anak perempuan satu-satunya itu.
Pribadi Putri pun sangat ceria. Ia bisa menceritakan kisah dari buah karya seninya. Seperti goresan yang berjudul Bapak Meninggal adalah memori Putri setelah setahun ditinggal pergi sang ayah. Dalam lukisan itu Putri menggambar ayahnya yang ada di dalam keranda ditutupi kain hijau saat dibawa ke liang kubur. Orang-orang terdekat Putri pun tak lupa digambarkan di sekitar jenazah ayahnya.
“Putri sangat sayang sama bapaknya dan baru bisa mengenang lewat gambarnya ini setahun setelah ayahnya meninggal,” cerita Titiek.
Tak hanya itu, pernikahan sang kakak pun tak lepas dari imajinasi Putri yang dituangkan lewat lukisan. Dua pasangan pengantin lengkap dengan pakaian adat sangat detail Putri gambarkan.
Titiek mengakui, meskipun demikian Putri tetap memiliki keterbatasan. Misalnya bila berlatih melukis bersama pembimbingnya, dia hanya akan fokus dan bertahan selama satu jam. Setelah itu konsentrasinya sudah berpindah pada yang lain. Untuk menyelesaikan lukisan-lukisan dalam pameran ini, Putri membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 tahun lamanya.
Pameran karya seni rupa Putri ini juga mendapatkan apresiasi dari Rektor UGM
Panut Mulyono. Panut menyatakan simpatinya terhadap pameran ini.
“Saya berharap pameran ini tidak hanya menjadi titik balik bagi Putri, namun juga menjadi momen titik balik bagi lingkungannya. Semoga karya-karya yang dipamerkan dapat memberikan inspirasi dan meningkatkan semangat juang untuk berkarya. Bukan hanya bagi anak-anak berkebutuhan khusus, namun juga bagi masyarakat luas,” paparnya.
Dalam kesempatan itu juga digelar acara mewarnai dan menggambar bersama anak-anak berkebutuhan khusus di BBY. Sebanyak 22 anak dari sekolah luar biasa, mengikuti kegiatan ini dengan antusias. (laz/fn)