SLEMAN – Penyidik Polda DIJ terus melakukan profiling terduga pelaku pelemparan batu yang menyebabkan suporter bola tewas. Kejadian berlangsung di Jalan Solo, Cupuwatu, Purwomartani, Kalasan.
Sejumlah data telah dikantongi. Mulai dari personal hingga kelompok. Langkah ini guna menjawab desakan pengusutan tuntas kasus tersebut.
Kapolda DIJ, Irjen Polisi Ahmad Dofiri memastikan, jajarannya tidak berpangku tangan. Apalagi setelah adanya bukti dan keterangan saksi. Dia berjanji pengungkapan kasus tidak memakan waktu lama.
“Selama pertandingan sportivitas sangat terjaga. Ada pihak tak dikenal dan tidak bertanggung jawab berusaha merusak kebersamaan,” kata Dofiri di Mapolda DIJ (22/1).
Dia belum mengetahui motif para pelaku. Belum bisa disimpulkan apakah aksi pelemparan batu terkait konflik antarsuporter. Karena polisi rutin berkomunikasi dengan penggawa suporter.
Polisi, lanjutnya, telah melakukan penjagaan maksimal. Namun tidak bisa memantau secara menyeluruh. Apalagi lokasi pelemparan batu di rute perjalanan pulang. Lokasi tersebut jauh dari potensi konflik.
“Selama pertandingan hingga pulangnya suporter, tidak ada masalah. Lokasi kejadian relatif aman. Karena merupakan akses kepulangan suporter,” kata Dofiri.
Kriminolog UGM, Suprapto mengatakan, aksi tersebut terencana. Dia meyakini, aksi tersebut bukan wujud solidaritas kepada satu tim sepakbola. Hipotesanya, pelaku bertindak karena merasa kuat saat berada dalam kerumunan massa.
Saat sekumpulan orang ada dalam kelompok besar, kontrol sosial lemah. Tidak hanya pada sosok personal, juga kesepakatan dalam kumpulan massa tersebut.
“Dalam kasus ini, bukan fanatisme kepada klub sepakbola. Tapi cenderung pada aksi anarki,” kata Suprapto.
Kumpulan orang tersebut tidak bisa diidentikkan dengan tim suporter. Karena, biasanya tidak ada sosok pemimpin dalam perkumpulan itu. Imbasnya, tidak ada pengendalian tindakan.
Dia mendorong kesepakatan antarklub suporter. Tujuannya meminimalisasi pelanggaran hukum oleh perseorangan.
“Kalau ada kejadian seperti itu terulang, bukan atas nama kelompok. Harus bertanggung jawab secara personal sebagai efek jera,” kata Suprapto. (dwi/iwa/fn)