JOGJA – Untuk kali pertama, Kadipaten Pakualaman menggelar lomba literasi aksara Jawa. Yang menarik, lomba tingkat nasional ini menggunakan manuskrip asli Pakualaman sebagai acuan penulisan aksara Jawa.
”Lomba ini terinspirasi dari kebiasaan Kanjeng Gusti Paku Alam II,” ujar Jajar Mas Darmopanambang, ketua panitia lomba literasi di sela perlombaan di Kepatihan Pakualaman, Senin (11/2).
Ya, berdasar disertasi Sri Ratna Sakti Mulya, Paku Alam II kerap menulis aksara Jawa dengan indah dan bagus. Aksara Jawa yang ditulis tidak hanya mengandung nilai-nilai adiluhung. Melainkan juga penuh dengan estetika.
Kebiasaan Paku Alam II itu diterapkan dalam perlombaan literasi yang diklaim kali pertama di dunia tersebut. Untuk tingkat SMP (sekolah menengah pertama), misalnya, setiap peserta diberikan selembar kertas kosong yang telah memuat renggan (hiasan). Renggan dengan berbagai bentuk, mulai lung-lungan, motif hewan, hingga tumbuhan bebas diwarnai. Dan, di dalam renggan itulah peserta akan melengkapinya dengan aksara Jawa. Sumbernya dari naskah koleksi Kadipaten Pakualaman. Di antaranya, Taju Salatin dan Sestro Disuhul.
Sedangkan peserta tingkat SD (sekolah dasar), diberikan gambar berupa hewan dan tumbuhan yang telah dilengkapi aksara Jawa. Peserta bebas untuk mewarnainya.
Level kesulitan berbeda diterapkan untuk tingkat SMA (sekolah menengah atas). Peserta hanya diberikan kertas kosong. Mereka tidak sekadar menulis aksara Jawa. Lebih dari itu juga harus membuat renggan. Sesuai dengan tingkat kreativitasnya. Namun, renggan harus selarasa dengan aksara Jawa yang ditulis.
”Kebiasaan ini terus dilestarikan ke generasi-generasi Paku Alam selanjutnya. Nah, adik-adik ini mencoba meneladani era Paku Alam II,” kata Darmo, sembari menunjuk para peserta.
Darmo berharap lomba ini mendorong generasi muda kian mencintai budaya Jawa sekaligus melestarikannya.
”Dan meningkatkan dalam membaca manuskrip,” ujarnya.
Ada 230 peserta yang mengikuti perlombaan ini. Perinciannya, 124 siswa SMA, 54 dari SMP, dan 34 siswa SD. Menariknya, peserta tidak hanya dari wilayah DIJ. Melainkan juga dari beberapa kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Seperti Trenggalek, Gresik, dan Banyumas.
Meski baru kali pertama, sebagian peserta tak memiliki persiapan khusus. Peserta dari SMPN 1 Girimulyo, Kulonprogo, contohnya. Lantaran penulisan aksara Jawa diterapkan sehari-hari di lingkungan sekolah.
”Saya hanya menasihati agar mereka giat belajar menulis aksara Jawa,” ucap Sri Meneng, seorang guru SMPN 1 Girimulyo yang mendampingi anak didiknya mengikuti lomba.
”Sempat kesulitan membagi fokus antara menulis aksara, memaknainya, dan mewarnai renggan,” tutur Mayisha Putri Fatihah, siswi SMPN 1 Imogiri. (cr9/zam)